Belajar dari Kasus Audrey, Tidak Ada Kata "Wajar" untuk Bully dan Kekerasan. Setuju?

By Kinanti Nuke Mahardini, Rabu, 10 April 2019 | 17:26 WIB
#JusticeforAudrey (foto: twitter.com)

Enggak ada kata wajar untuk bully dan kekerasan

Sekarang kita coba posisikan korban A sebagai target utama karena ia memiliki masalah dengan para pelaku di media sosial.

Anggap korban A "merebut" pacar pelaku bully dan kekerasan tersebut. 

Pertanyaannya, apakah cinta dan kasih sayang terhadap lawan jenis yang merupakan bagian dari pendewasaan kita harus diselesaikan dengan bully dan kekerasan?

Apakah wajar "A" mendapat rasa sakit secara fisik maupun psikologis karena "masalah cinta" yang notabennya hanya bagian dari hidup?

Jawabannya TIDAK!

Tidak boleh ada kata "wajar" hingga "maklum" untuk pelaku yang telah melakukan kekerasan fisik dan psikis pada korban. 

Mungkin saja nasi telah menjadi bubur. 

Korban A sudah mendapat rasa sakit yang enggak seharusnya ia dapat. 

Namun, akan "adil" jika pelaku mendapat hukuman yang setimpal dengan perlakuannya terhadap A.

Entah hukuman sosial atau hukum pidana.

Satu hal yang perlu kita ingat, girls kalau enggak ada kata wajar untuk bully dan kekerasan.

Jika kita mengalaminya, #SpeakUp adalah cara terbaik menyelesaikan apa yang kita alami.

Bully hingga kekerasan fisik adalah mata rantai yang akan terus berlanjut kalau korban terus diam.

Memutus mata rantai bully adalah yang terbaik. 

Posisikan diri kita sebagai korban agar kita tahu kalau bully sama sekali enggak mengenakan.

Kita juga enggak jadi keren karena menindas seseorang. 

(*)