Belajar dari Kasus Audrey, Tidak Ada Kata "Wajar" untuk Bully dan Kekerasan. Setuju?

By Kinanti Nuke Mahardini, Rabu, 10 April 2019 | 17:26 WIB
#JusticeforAudrey (foto: twitter.com)

CewekBanget.ID - Indonesia sedang berduka ya, girls. 

Sebab salah satu siswi SMP 'A' menjadi korban bully dan kekerasan yang dilakukan oleh 12 siswi SMA. 

A yang masih berusia 14 tahun harus mengalami kejadian tidak mengenakan.

Kepala korban dibenturkan ke aspal, dijambak, disiram air, hingga diinjak di bagian perut. 

Enggak hanya itu, muka korban juga ditendang dan bagian kemaluan korban dilukai hingga ia harus mengalami rasa sakit yang luar biasa. 

Dilansir dari TribunPontianak, kejadian ini bermula dari komentar di media sosial. 

Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kalimantan Barat, Tumbur Manalu menyebutkan kalau "Permasalahan awal karena cowok. Menurut info kakak sepupu korban merupakan mantan pacar pelaku penganiayaan." 

Kasus ini terus bergulir untuk ditangani pihak berwajib. 

Enggak hanya itu, di media sosial sendiri kasus ini menjadi perhatian besar. 

Bahkan tagar #JusticeForAudrey juga banyak kita temukan di media sosial. 

Meski begitu, tagar yang digunakan di media sosial ini tetap "disalahgunakan" oleh oknum enggak bertanggungjawab.

Di salah satu akun twitter, ia menuliskan kalau "wajar" korban A mendapat pengeroyokan karena ia telah merebut kekasih orang lain.

#JusticeforAudrey

Audrey bukan target utama!

Menurut penuturan Ketua KPAD Kalimantan Barat, kasus bully dan pengeroyokan ini memang dimulai karena permasalahan cowok.

Kakak sepupu A adalah target utama yang sebenarnya diincar oleh pelaku. 

Pelaku sendiri mengincar kakak sepupu A karena bermula dari komentar di media sosial.

Masih dalam penyelidikan apakah korban A ikut memberikan komentar di media sosial.

Tetapi jika tidak, dalam kasus ini korban A hanya berhubungan darah dengan target utama. 

Dengan kata lain, korban yang tidak bersalah menjadi sasaran kebrutalan pelaku. 

Enggak ada kata wajar untuk bully dan kekerasan

Sekarang kita coba posisikan korban A sebagai target utama karena ia memiliki masalah dengan para pelaku di media sosial.

Anggap korban A "merebut" pacar pelaku bully dan kekerasan tersebut. 

Pertanyaannya, apakah cinta dan kasih sayang terhadap lawan jenis yang merupakan bagian dari pendewasaan kita harus diselesaikan dengan bully dan kekerasan?

Apakah wajar "A" mendapat rasa sakit secara fisik maupun psikologis karena "masalah cinta" yang notabennya hanya bagian dari hidup?

Jawabannya TIDAK!

Tidak boleh ada kata "wajar" hingga "maklum" untuk pelaku yang telah melakukan kekerasan fisik dan psikis pada korban. 

Mungkin saja nasi telah menjadi bubur. 

Korban A sudah mendapat rasa sakit yang enggak seharusnya ia dapat. 

Namun, akan "adil" jika pelaku mendapat hukuman yang setimpal dengan perlakuannya terhadap A.

Entah hukuman sosial atau hukum pidana.

Satu hal yang perlu kita ingat, girls kalau enggak ada kata wajar untuk bully dan kekerasan.

Jika kita mengalaminya, #SpeakUp adalah cara terbaik menyelesaikan apa yang kita alami.

Bully hingga kekerasan fisik adalah mata rantai yang akan terus berlanjut kalau korban terus diam.

Memutus mata rantai bully adalah yang terbaik. 

Posisikan diri kita sebagai korban agar kita tahu kalau bully sama sekali enggak mengenakan.

Kita juga enggak jadi keren karena menindas seseorang. 

(*)