Bentuk Protokol New Normal, Aturan Baru Pemerintah Setelah PSBB

By Marcella Oktania, Selasa, 26 Mei 2020 | 16:20 WIB
Physical distancing (atalayar.com)

”Berdampingan itu justru kita tak menyerah, tetapi menyesuaikan diri (dengan bahaya Covid-19). Kita lawan Covid-19 dengan kedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan ketat,” kata Jokowi.

Di Indonesia, kasus Covid-19 belum menunjukkan penurunan.

 

Gimana enggak? Seperti yang kita lihat di berita, ternyata, pusat perbelanjaan dan pasar malah penuh sesak masyarakat yang enggak peduli sama peraturan PSBB dan protokol kesehatan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), syarat pelonggaran pembatasan sosial saat Covid-19, selain terjadi penurunan kasus selama tiga pekan, 80 persen kasus harus diketahui data kontak beserta klaster, serta turunnya angka kematian.

Syarat lainnya, jumlah pasien Covid-19 turun dua pekan. Demikian pula angka kematian penderita pneumonia.

Baca Juga: Biar Enggak Salah Kaprah, Kepoin Arti 'New Normal' yang Beredar di Tengah Pandemi Covid-19!

Dikutip dari harian Kompas, Peneliti dari Fakultas Psikologi UI yang tergabung dalam Tim Panel Studi Sosial Covid-19, Dicky Pelupessy, mengatakan, saat ini sebagian warga mulai mencapai titik tak peduli terhadap risiko.

”Reaksi alamiah saat terjadi wabah dan bencana adalah kecemasan dan ini memicu respons fight (melawan) atau flight (abai),” ujar dia.

Berdasarkan survei yang dilakukan Panel Studi Sosial Covid-19 terbaru, ditemukan bahwa PSBB ini berdampak pada penghasilan.

Ada 17,3 persen responden kehilangan pekerjaaan dan 44,3 persen sebagian besar penghasilannya turun.

Sebanyak 43,4 persen merasa bisa bertahan tanpa bantuan pemerintah.

Sisanya bervariasi, ada yang menyatakan bisa bertahan hingga PSBB berakhir 22,1 persen, lainnya hanya dalam beberapa hari.