Remaja Wajib Tahu Bedanya UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan Ini!

By Salsabila Putri Pertiwi, Selasa, 6 Oktober 2020 | 14:42 WIB
Ratusan buruh berunjuk raja di Jatiuwung, Tangerang (5/10/2020). Biar Lebih Paham Soal Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Jadi Kontroversi, Kuy Disimak Bro Poin-Poin Pentingnya (ANTARA FOTO/FAUZAN)

CewekBanget.ID - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi telah mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang pada Senin (5/10/2020).

Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-7 masa persidangan I 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan, yakni dari hari Kamis (8/10/2020) menjadi Senin (5/10/2020).

Sejak masih dalam bentuk rancangan UU Cipta Kerja yang termasuk dalam konsep hukum perundang-undangan omnibus law ini menuai protes dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat karena dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh.

Baca Juga: Allianz Indonesia & SOS Children's Villages Bantu Cetak Anak Muda Siap Kerja Lewat

UU Cipta Kerja juga mengubah sejumlah pasal dan poin dari UU Ketenagakerjaan yang selama ini menjadi acuan bagi para pekerja dan perusahaan.

Kira-kira apa saja ya girls, poin yang berbeda dari UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan?

Kontrak Tanpa Batas (Pasal 59)

Ruang kerja unik

UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sebelumnya, pasal 59 ayat (4) UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

Pemangkasan Hari Libur (Pasal 79)

Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan juga dipangkas dalam aturan terbaru UU Cipta Kerja.

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) UU Cipta Kerja mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.

Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Baca Juga: Video Dirinya Bareng Camila Cabello Disebut Mirip Zombie, Shawn Mendes Ungkap Cerita Sebenarnya

Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian Pasal 79 ayat (5) menyebut, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Perubahan Aturan Pengupahan (Pasal 88)

Pekerjaan

UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.

Pasal 88 ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.

Tujuh kebijakan itu yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah."

Baca Juga: Netizen dan Asosiasi Tenaga Kesehatan Korea Kritik Konsep Perawat Jennie di MV Baru BLACKPINK

Penghapusan Sanksi Tidak Bayar Upah (Pasal 91)

Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang enggak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.

Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh enggak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain tercantum pada Pasal 91, aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan juga dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.

Namun dalam UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya.

Baca Juga: Hari Kesetaraan Upah Internasional, Indonesia Dukung Pekerja Perempuan

Penghapusan Hak Permohonan PHK (Pasal 169)

UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja atau buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.

Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja atau buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam.

Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan enggak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156.

Namun, Pasal 169 ayat (3) menyebut, jika perusahaan enggak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka hak tersebut enggak akan didapatkan pekerja.

Sedangkan dalam UU Cipta Kerja, seluruh poin dari Pasal 169 ini dihapus.

(*)