Deretan Pasal Kontroversial Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja. Wajib Tahu!

By None, Selasa, 6 Oktober 2020 | 18:30 WIB
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Bangka Belitung ( Babel ) menggelar aksi unjuk rasa menuntut penolakan terhadap Rancangan Undang - Undang ( RUU ) cipta kerja,Omnibuslaw di kantor DPRD Bangka Belitung, Senin (10/8/2020). (Edwin)

2. Pasal 79

Hak pekerja mendapatkan hari libur sebanyak dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.

Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Baca Juga: Pakai 3 Hal Ini Sebagai Pengganti Primer Makeup, Mudah & Murah!

Sementara pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Belum lagi ada pasal 79 Ayat (4) yang menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian, Pasal 79 ayat (5) menyebutkan, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Ratusan buruh berunjuk raja di Jatiuwung, Tangerang (5/10/2020). Biar Lebih Paham Soal Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Jadi Kontroversi, Kuy Disimak Bro Poin-Poin Pentingnya

3. Pasal 88

Selanjutnya, dalam UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.

Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.

Baca Juga: Style Ranty Maria & Febby Rastanty Saat Bareng Verrell Bramasta. Cocokan Mana?

Tujuh kebijakan itu terkait soal (1) upah minimum, (2) struktur dan skala upah, (3) upah kerja lembur, (4) upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu, (5) bentuk dan cara pembayaran upah, (6) hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, dan (7) upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.