Senyum Bunga Matahari

By Astri Soeparyono, Sabtu, 31 Agustus 2013 | 16:00 WIB
Senyum Bunga Matahari (Astri Soeparyono)

"Baiklah, kalau begitu aku memulai dengan kabar buruk," ucapmu sambil menangkupkan tangan dan memasang wajah yang terlihat sedang mengenang sesuatu. "Hari ini aku sudah berkorban banyak untuk melihat cowok itu, Helen. Datang ke studio musik sekolah dan menerobos teriknya matahari hanya untuk bertemu dengannya. Tetapi yang terjadi di sana justru sebaliknya. Si gitaris itu tidak latihan, katanya sementara diganti dengan gitaris cewek dari kelasku. Menyebalkan!"

Aku tersenyum menang. Akhirnya, akhirnya, akhirnya. Akhirnya kau tidak menemukan si gitaris yang kaukagumi itu, Yuri. Setidaknya aku bisa mencatat dalam hati bahwa ada peluang untukmu mengagumi anak yang bernama Adit itu. Jadi, lenyapkan segera wajah murungmu dan bersiap-siaplah memasang wajah cerah, secerah matahari. Dengan begitu, aku bisa membalas budi padamu.

"Dan kau mau tahu apa kabar baiknya?" tanyamu lagi. Kali ini wajahmu terlihat cerah. Kumohon, jangan bilang kau....

"Aku tadi bertemu dengan seseorang ketika sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Orang itu memiliki kesan khusus, aku mengaguminya."

 

Ternyata, dugaanku tidak meleset. Saat ini rasanya aku ingin layu, jatuh ke tanah dalam waktu singkat begitu mendengar kau menuturkan hal seperti itu.

"Dia cowok yang beralis tebal, memiliki lesung pipi yang dalam ketika tersenyum, dan berkulit putih."

 

Ciri-cirinya, sama seperti....

"Tadi dia memakai celana jeans selutut, memakai kaus berkerah berwarna merah dengan sepatu keds putihnya. Di punggungnya ada tas besar warna hitam yang aku tidak tahu apa isinya."

 

Seperti Adit, Yuri. Apakah kalian bertemu? Lalu bagaimana....

"Dia duduk di halte menghadap matahari. Mengingatkanku padamu yang selalu menghadapkan wajahmu kemana pun matahari bersinar. Aku penasaran dan lalu mendekatinya, tapi dia justru pergi. Sekilas aku melihat ke arah gantungan kunci yang tergantung di tas besarnya. Sebuah gantungan kunci dengan ikon band sekolah kami, di baliknya ada tulisan huruf A yang besar. Menurutmu, apa itu berarti inisial namanya? Apakah kami sebenarnya berasal dari sekolah yang sama?"

Kali ini aku terdiam, menyadari sesuatu dan tersenyum. Lucu sekali kalian! Saling mencari dan seharusnya saling bertemu. Ingin rasanya aku tertawa terbahak-bahak di depanmu sambil menceritakan kronologi sebenarnya, Yuri. Tapi, saat ini aku merasa hanya perlu menikmati diriku sendiri dengan terus bermetafora dan menjadi pendengar setiamu juga sumber inspirasimu. Aku, bunga mataharimu yang selalu terlihat tersenyum cerah ketika berada di dekatmu.

(Oleh: Asmira Fhea, foto: tumblr.com)