Sayap Kupu-kupu

By Astri Soeparyono, Sabtu, 18 Mei 2013 | 16:00 WIB
Sayap Kupu-kupu (Astri Soeparyono)

Kata siapa ulat itu tidur di dalam kepompongnya? Ia sedang membuat sayap kupu-kupu yang indah. Apa kau tidak percaya? Cepat, lihatlah. Di hadapanku ada ulat itu. Ia akan segera terbang.

Kepala lucunya muncul dari dalam, menyeruak selubung yang beberapa waktu mengurungnya. Pelan dan pelan, tapi pasti. Lihat, sayap itu mulai keluar. Warnanya hijau! Cantik bukan main.

Sayap itu...

Menyeruak.

Terbang.

Begitu cepat. Secepat dunia yang berubah. Dari purba menjadi modern. Dari nomaden yang berpindah-pindah menjadi maden, yang punya tempat tinggal tetap. Dari gua menjadi bangunan rumah yang begitu nyaman.

"Diajeng, kau sedang berpikir apa lagi?" seseorang mengagetkanku. Perempuan tengah baya itu guruku. Ia beberapa kali memergoki aku yang diam, sekadar melihat kepompong seperti saat ini. Seperti menerka apa yang sedang kukerjakan.

Kutunjukkan kepompong kosong. Guruku melihat miris kepompong itu. Ah, tidak. Jangan melihat seperti itu. Rumah kepompong begitu kuat. Lihat saja, rumah itu bisa mengering bahkan membatu hingga bertahun lamanya.

"Kau harusnya bermain dengan teman-temanmu, bukan berada di sini," Bu Guru menepuk pundakku. Aku mengangguk. Pergi. Bukan pergi bermain, tapi memilih masuk ke dalam kelas.

***

Saat jam istirahat, kelas ini jadi sepi. Semua anak ke kantin, ke lapangan, ke perpustakaan atau kemana pun sesuka hati mereka. Kubuka buku gambar yang ada di laci meja. Ada banyak kupu-kupu yang kugambar di sana.

Entah sejak kapan aku begitu tergila-gila dengan kupu-kupu. Di kamarku sangat banyak poster dan foto-fotonya. Aku juga punya kostum sayap kupu-kupu. Meskipun jika aku menggunakannya, aku lebih mirip peri. Bukan kupu-kupu.

BUK!

 

Sebuah dentuman mengagetkan aku. Bunyi apa itu? Kuhampiri, terdengar dari arah belakang.

"Kamu lagi?" tanya laki-laki yang lebih tinggi itu kepadaku. Aku segera berbalik. Tak perlu kutanya, sedang apa dia. Pasti ia tidur lagi pada bangku-bangku yang dijejerkan jadi panjang. Dan tentu saja, ia jatuh lagi.

"Kamu nggak pernah main, ya? Belum punya teman?" Ia sedikit mengejar langkahku. Aku tidak bereaksi apa-apa. Mukaku seperti biasa, datar.

"Kamu anak baru itu, kan? Dari awal masuk nggak pernah ngomong. Sampai perkenalan di kelas pun tetap Ibu Guru yang bicara." Ia masih mengejarku. Sekarang ia malah duduk di sebelahku.

Aku ingin bilang, aku bukan orang yang sombong. Tapi kutahan. Aku tidak ingin mengeluarkan kata atau suara apa pun. Jika kuterangkan, tetap saja ia tidak akan mengerti.

Ia melirik buku gambarku. Dibukanya. Seperti segera ingin melihat apa yang ada di dalamnya. Aku suka jika ia tertarik dengan buku gambar itu.

"Waaah, gambar kamu bagus banget!" decaknya, sambil menatap buku itu. "Kamu suka kupu-kupu, ya?" Aku mengangguk.

"Apa kupu-kupu bisa dipelihara? Ada berapa jenisnya?" tanyanya. Aku masih diam.

"Ah, kamu sombong!" Tiba-tiba ia menghempaskan buku itu.

 "Au...au...a-o-oo...!" kataku setengah berteriak. Aku...akhirnya mengeluarkan suara yang selama ini kutahan. Di hadapannya dan di hadapan anak-anak lain di sekolah ini. Ya, aku cuma seorang gagu.

"Au a o-o ...!"

Ia mematung.

***

Sebenarnya, baru satu minggu aku pindah sekolah. Tapi hari ini aku ingin bolos. Aku benar-benar tidak mau pergi ke sekolah. Tidak. Cuma tatapan Mama memaksaku untuk berangkat. Aku rasanya tidak kuat bertemu semua orang. Andai saja di sekolah cuma ada aku. Aku seorang. Tidak ada anak lain. Tidak juga ia.

Kakiku ragu masuk ke kelas.

"Aku pinjam ini dari perpus." Anak laki-laki itu menyerahkan sebuah buku tebal. Ada kupu-kupu di sampulnya. Ensiklopedi.

Ragu.

Tapi aku ingin mengetahui isinya. Aku pernah melihat buku seperti ini di sekolahku dulu. Tapi tidak setebal ini. Dan warnanya pun berbeda.

            Ia meletakkan buku itu di atas mejaku. Dan pergi ke bangkunya di bagian belakang. Kulihat punggungya. Ada getaran aneh yang tak bisa kujelaskan. Entah.

***

Kupu-kupu itu punya empat helai sayap. Di depan dan di belakang, pada sisi kiri dan kanan tubuh mungil itu. Badannya berbuku-buku, yang disebut segmen. Ada tiga bagian. Ia punya antena yang disebut dengan sesunguk, mata majemuk dan juga belalai atau istilahnya probosis. Belalai, sebutan yang lucu untuk kupu-kupu. Seperti yang ada pada gajah juga, kan?

Kututup halaman itu. Ia datang lagi.

"Kamu tahu, kenapa sayap kupu-kupu bisa berwarna?" tanyanya. Aku mengangguk. Aku sudah membacanya. Tapi ia terus bicara, seolah aku belum baca apa-apa.

"Warna merah dan hitam berasal dari pigmen sisik kupu-kupu. Kamu sudah baca bagian itu belum?"  Ia melanjutkan, "Tapi untuk warna hijau dan kuning, pigmen itu tidak ada. Warnnya cuma terbentuk dari susunan kontur sisik kupu-kupu. Cahaya juga punya peranan penting saat mengenai kontur sisik-sisiknya." Bagian ini aku belum baca. Aku tersenyum padanya. Hei, tersenyum? Sejak kapan aku bisa senyum pada orang lain?

"Oh iya, kenapa kamu bisa suka dengan kupu-kupu?" Aku mengangkat bahu.

"Jangan-jangan kamu suka karena kupu-kupu itu makan madu?" selidiknya. Aku menggeleng cepat. Aku tahu, kupu-kupu tak cuma makan madu. Ada sebagian kupu-kupu yang hinggap di bangkai atau pun kotoran hewan. Mereka membutuhkan kandungan natrium yang bisa diperoleh dari madu pada bunga atau juga pada sumber lainnya, jika memang bunga tidak ada.

"Lalu?" ia bertanya lagi.

Kuambil kertas dan pensil dari dalam tas. Kutuliskan sesuatu. Ia membacanya, "Karena aku cantik seperti kupu-kupu?" Ia mengernyitkan alisnya. Ha-ha-ha, kami tertawa.

Ada satu alasan yang tak ingin kuberi tahu padanya.

Karena, aku merasa sama seperti kupu-kupu. Sama-sama tak bisa bicara. Aku sedih? Tidak juga. Kubuka lagi buku tebal itu. Kami melihat sayap indah kupu-kupu. Ada rasa bahagia yang meruak, sulit untuk kuungkapkan.

Aku tak peduli lagi, apakah aku bisa bicara atau tidak. Apakah orang lain tahu tentang hal itu. Hidup ini begitu indah. Tak cuma ada kekurangan. Pasti ada kelebihan.

Aku adalah Diajeng. Aku berpindah-pindah sekolah agar tidak dijauhi saat ketahuan tak bisa bicara. Aku memang seorang gagu. Aku masih bisa mendengar. Aku suka menggambar. Aku suka kupu-kupu. Aku ingin lebih mengenal dunia. Ingin dunia mengenalku, sama seperti mereka mengenal sayap kupu-kupu.

(oleh: rizki d utami, foto: weheartit.com)