Sebiji Kopi Yang Terbang Ke Amerika

By Astri Soeparyono, Minggu, 16 Desember 2012 | 16:00 WIB
Sebiji Kopi Yang Terbang Ke Amerika (Astri Soeparyono)

            "Sudahlah Li, harusnya lo tuh bersyukur enggak jadi ikut event yang enggak bermutu kayak gitu. Prestasi lo terlalu sia-sia untuk di pamerkan  pada orang-orang bodoh dan dangkal kayak mereka!" kata-kata Kenya begitu berapi-api, nyaris mengalahkan pidato Bung Karno pada zaman proklamasi dulu.

            "Gue cuma menyesal saja, kenapa Tuhan enggak kasih kesempatan itu ke gue. Kenapa cuma buat cewek-cewek Barbie itu..."

            "Uli Sahetapi, jalan yang digariskan Tuhan untuk setiap orang itu berbeda! Siapa tahu lo akan mendapatkan takdir yang lebih baik dengan ketidakikutsertaan lo dalam pemilihan ini."

            Muka kusut Uli tetap tidak berubah. Perkataan Kenya yang biasanya meletupkan bola-bola semangatnya sepertinya tidak bereaksi bagus kali ini.

            "Oh ya, kemarin Pak Didit nyariin elo Li. Katanya ada tugas bikin laporan ilmiah gitu buat elo," Kenya tahu, kata-katanya akan sedikit membantu Uli. Uli paling bersemangat dalam dunia tulis menulis.

            "Kayaknya lo mending temui Pak Didit sesegera mungkin deh Li," bujuk Kenya sembari mendorong Uli keluar kelas. Uli hanya menurut pasrah tanpa semangat.

***

             Ibarat ikan yang hanya bisa hidup di air, dan burung yang bisa bertahan di udara, mungkin Uli memang ditakdirkan hanya untuk jadi cewek kuper yang kerjanya bikin penelitian ilmiah, tanpa kesempatan untuk mencicipi hal-hal lain. Meski dengan semangat yang tinggal Senin-Kamis, dan dengan uang tabungannya yang minim ditambah dana bantuan dari Papa Mamanya, Uli berangkat ke Lampung bersama Tim KIR sekolahnya untuk mengadakan penelitian ilmiah tentang kehidupan petani kopi di sana.

            Kata Pak Didit guru Bahasa Indonesianya yang cukup berkompeten itu, hasil penelitian dari setiap anak akan disumbangkan kepada pemerintah dalam rangka penggalakan program Fair Trade. Dan itu mungkin menjadi salah satu cara halus  pihak sekolah untuk menyukseskan pengajuan proposal bantuan dana pada pemerintah.

            Hari pertama setiba Uli di Lampung dihabiskannya untuk survey lapangan. Uli sudah terbiasa bepergian jauh sendirian. Ke Pegunungan Dieng di Jawa Tengah untuk meneliti kehidupan para petani kentang di sana, ke daerah bencana alam Lumpur lapindo di Sidoarjo. Bahkan Uli pernah ikut Kakenya ke pelosok Irian Jaya sekedar untuk tahu pola hidup suku primitive yang telah lama ingin diketahuinya.

            Hari kedua rombongan tim KIR sekolah Uli berangkat menuju daerah kecil bernama Liwa yang terletak di Lampung Barat. Liwa merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di Indonesia. Sayangnya, kesejahteraan penduduk di sana masih kurang. Daerah terpencil yang jauh dari transportasi dan perkembangan teknologi merupakan salah satu kendala terbesar yang membuat ekonomi daerah itu sulit berkembang meski hasil buminya cukup melimpah.

            Rombongan Uli disambut dengan baik oleh penduduk setempat. Setiap anak dijatah menginap di salah satu rumah petani kopi disana agar memudahkan proses penelitian. Kebetulan Uli kebagian menginap di rumah sebuah keluarga yang sederhana.