Anehku, Anehmu Dan Anehnya

By Astri Soeparyono, Kamis, 4 Agustus 2011 | 16:00 WIB
Anehku, Anehmu Dan Anehnya (Astri Soeparyono)

         Ayah datang seperti biasa, dngan setelan kantornya yang lengkap dan masih rapi, walaupun sudah lebih dari 12 jam dia memakai kostum yang sama. Namun kali ini badge kantornya tidak terpasang pada tempat biasa, dan tas serta sepatunya tidak pulang bersamanya.

         Ayah di - PHK. Menurut ibu, itu aneh. Ayah adalah seorang pekerja keras. Merugikan sekali memecat ayah sebagai karyawan di sana. Padahal mereka paham benar ketangkasan ayah dalam bekerja. Mereka yang paling paham!

         Menyenangkan, kata ibu, karena ayah tidak perlu pulang malam-malam dengan wajah letih, tanpa senyum dan berantakan.

         Aneh yang melegakan itu sama dengan berakhirnya hubunganku dengan Raka. Mengangkat nama besar persahabatan, Raka dan aku memutuskan mengakhiri semuanya. Walaupun aku tahu Raka mendapat nilai plus di hatiku. Tapi Silva adalah orang yang mengambil semua nilai Raka... waktu.

         Ya, hanya waktu, masalahnya adalah waktu.

         Kali ini Silva punya cerita. Aneh baginya adalah aku. Ketika kutanyakan apa maksudnya, dia hanya tersenyum ngilu dan berlalu. Ada PR yang belum ia kerjakan hari ini, jelasnya singkat. Ah, ya, kami sedang berada di sekolah dan ini saat istirahat.

         Perkataan Silva jadi membuatku brpikir sejenak. Apa? Apa yang aneh dari diriku?

         Aku berpikir keras, sampai-sampai tanpa sadar aku menyandung batu besar di taman. Bodohnya. Orang-orang di sekitarku tertawa teertahan, menutup bibir mereka dengan tangan.

         Pulang sekolah, kuputuskan untuk menghancurkan dinding gengsiku. Biasanya, aku akan tetap berdiam diri saja saat ada masalah, walaupun aku benar-benar ingin tahu, sampai akhirnya Silva sendiri yang mulai membicarakannya. Tapi kali ini lain, tidak tahu mengapa aku sangat ingin tahu aneh yang bagaimana yang dia rasakan kali ini. Perasaanku tidak enak, tidak nyaman. Mungkin karena kebenaran itu semakin dekat. Dan pahit.

         Akhirnya kenyataan datang, tanpa mengenal siapa dan apa yang dikunjunginya. Terkejut, terdiam, menangis ...

         "Aneh bagiku adalah melihat kamu berjalan bergandengan bersama sahabatku. Tapi aneh yang ini biasa saja."

         "Aku tahu ini aneh, pacarku berpacaran tangan dengan sahabatku. Tapi kamu tahu? Sekarang hal itu biasa saja. Sama seperti Ayahmu makan siang dengan ibuku dengan alasan yang sama seperti kamu, makan siang biasa, sebagai sahabatku."

         "Aku tak mau menyebutnya, tapi hal itu hal yang biasa saja sekarang."

         Silva, anehmu adalah aneh yang biasa saja. Tapi bagiku, anehmu adalah aneh yang menyakitkan.

***