"Sangat?" Tanya Farrel lagi.
Aku menatapnya, intens dan tajam, "Sangat," jawabku pelan-pelan.
"Kamu membuatku seperti orang bodoh, mencintai seseorang yang harusnya aku hindari." Lagi-lagi aku menangis.
Tapi bukannya kasihan melihatku, Farrel malah tersenyum senyuman Farrel mendongkrak keheningan yang aku ciptakan.
Farrel menarik diriku ke dalam pelukannya yang aman, lalu mencium keningku lama.
Aku bergeming, terdiam pada satu titik tak bergerak milikku sendiri.
Apa maksudnya mencium keningku?
"Leah bodoh!" ujarnya pelan, menahan tawa.
Aku menyipitkan mata, "Maksud kamu?"
Farrel tertawa lalu memeluk tubuhku.
"I love you too, teddy," ungkap Farrel tiba-tiba.
Aku menatapnya lama, "Apa, sih, maksud kamu Farrel?"
"Aku berharap kalau aku benar-benar gay, yang menyukai cowok dan bukan wanita bodoh yang selalu menggunakan perasaannya, tanpa logika."
Aku makin bingung, "Maksud kamu?"
Farrel menarik aku ke dalam pelukannya lagi, membiarkan mata kami bertemu dalam satu garis lurus, "Leah, aku mencintai kamu, bukan cowok lain atau wanita lain. Well, sebenarnya secara ilmiah, untuk diriku sendiri, aku tidak mungkin mencintai cowok. I'm normal, Princess."
Aku-seakan baru bangun dari mimpi buruk, menatap Farrel dengan tatapan yang tidak percaya, "Ta-tapi tadi kata kamu?"
"I was just joking, enggak nyangka kamu percaya segitu jauh," Farrel berkata seraya menahan tawa. "Enggak papa, deh. Karena joke enggak sengaja tadi, sekarang aku enggak perlu repot-repot membaca perasaan kamu, karena akhirnya aku tahu sendiri-err, dari mulut kamu."
Satu hal yang aku tahu, aku ingin menghilang ditelan bumi sekarang juga, sebelum mukaku memerah seperti udang rebus, menahan malu yang tidak bisa kusembunyikan.
***
Oleh: Ribkha Anastasia Setiawan Alumni Coaching Cerpen kaWanku 2009