LGBT: Kenapa Seseorang Bisa Suka Sama Sesama Jenis?

By Astri Soeparyono, Minggu, 11 Februari 2018 | 05:45 WIB
Apa yang kamu tahu soal LGBT? (Astri Soeparyono)

Mungkin kita pernah mendengar dan membaca tentang LGBT, atau lesbian, gay, biseksual, dan transeksual. Tapi, sudah seberapa jauh kita memahami soal hal ini?

Yuk, pahami lebih lanjut tentang LGBT. Supaya kita tahu kenapa seseorang bisa suka sama sesama jenis.

(Baca juga: 5 Informasi Soal Fenomena LGBT di Indonesia yang Remaja Harus Tahu)

Ngomongin soal identitas seksual, ada beberapa hal yang harus kita pahami. “Mudahnya, kita bisa membagi hal ini jadi tiga, fisik, perasaan dan otak. Fisik yaitu seks, alias jenis kelamin. Ini yang kita bawa sejak lahir dan bersifat menetap,” jelas Harry Kurniawan, project manager ASK Rutgers WPF, sebuah LSM yang peduli terhadap isu seksualitas dan kesehatan reproduksi.

Harry melanjutkan, “Dalam perkembangannya, dalam diri kita akan muncul rasa suka atau tertarik terhadap suatu jenis kelamin. Ini disebut orientasi seksual, yaitu bagaimana seseorang merasa nyaman secara emosi dan seksual untuk berelasi dengan orang lain.”

Kita mengenal beberapa jenis orientasi seksual, seperti heteroseksual, yaitu tertarik secara emosional dan seksual terhadap lawan jenis, homoseksual, yaitu tertarik secara emosional dan seksual kepada sesama jenis, biseksual atau tertarik secara emosional dan seksual kepada cewek dan cowok, panseksual, yaitu tertarik kepada semua jenis manusia, serta aseksual, yaitu tidak tertarik kepada siapapun.

Selain orientasi seksual, hal lain yang harus kita pahami adalah identitas seksual. “Ini terkait tentang otak, yaitu apa yang kamu pikirkan tentang dirimu? Inilah yang dimaksud dengan identitas seksual, yaitu bagaimana kamu melihat dirimu dan kamu nyaman dengan itu. Kamu juga ingin orang lain mengenal dirimu sesuai yang kamu inginkan,” lanjut Harry.

Dalam identitas seksual ini, kita mengenal istilah lesbi, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Sehari-hari, banyak yang langsung menuduh bahwa seorang cowok yang terlihat kemayu atau feminin pasti gay. Atau sebaliknya, cewek tomboy seringkali dikira sebagai seorang lesbi. Padahal, ini belum tentu benar.

“Setiap orang memiliki maskulinitas dan feminitas. Masalahnya, sisi mana yang dominan? Ini disebut ekspresi seksual, yaitu bagaimana seseorang menampakkan dirinya. Dan, ekspresi ini enggak sama dengan orientasi seksual, sehingga cowok yang feminin belum tentu seorang gay, begitu juga dengan cewek yang tomboy, enggak selamanya mereka lesbi,” jelas Harry.

(Baca juga: 4 Bagian Otak Yang Mempengaruhi Proses Jatuh Cinta)

Beranjak remaja, terutama di usia pubertas, ciri-ciri seksual mulai bermunculan. Hasrat seksual juga mulai muncul, termasuk rasa tertarik terhadap orang lain.

Dalam perkembangannya bisa terjadi dua hal, yaitu tertarik kepada lawan jenis, dan ada juga yang tertarik dengan sesama jenis. “Sebenarnya, tidak ada perbedaan antara munculnya rasa suka terhadap lawan jenis dan sesama jenis. Awalnya sama saja, ada sesuatu di diri orang lain yang membuat kita tertarik,” jelas psikolog Dessy Ilsanty, M.Psi, Psi.

Ada banyak pendapat mengenai alasan seseorang bisa menjadi homoseksual. Salah satunya, homoseksual dipengaruhi oleh kondisi biologis yang merupakan bawaan dari lahir, meski sampai sekarang hal ini masih sering menjadi perdebatan.

Tahun 1993 lalu, Dean Hamer, peneliti dari U.S. National Cancer Institute menyebutkan bahwa homoseksual dipengaruhi oleh genetis, tapi penelitiannya ini menuai kontroversi.

Dalam riset yang dipublikasikan dalam jurnal Psychological Medicine tahun 2014 lalu, penemuan Dean Hamer dipertegas setelah ditemukannya salah satu area di Kromosom X yang bernama Xq28.

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 409 orang cowok gay dan hetero yang bersaudara ini, disebutkan bahwa Xq28 memiliki pengaruh dalam orientasi seksual seseorang. Selain itu, ada juga bagian dari DNA, yaitu di Kromosom 8, yang turut mempengaruhi prilaku seksual seseorang.

Psikolog Bona Sardo Hutahaean, M.Psi, Psikolog, faktor biologis ini juga dipengaruhi oleh hormon. “Ini juga belum jadi hal yang mutlak karena penelitiannya sendiri masih menuai pro dan kontra. Tapi, kemungkinan dipengaruhi oleh hormon bisa terjadi. Misalnya cowok dengan hormon testosteron yang sedikit bisa membuat dia lebih tertarik pada sesama cowok,” jelas Bona.

Selain faktor biologis, Dessy berpendapat bahwa pola asuh juga turut berperan. “Ini bukan hal yang mutlak, tapi dalam beberapa kasus, pola asuh yang kurang seimbang turut berpengaruh. Saya pernah bertemu seorang anak yang ayahnya galak dan otoriter sehingga identitas seksualnya bisa terganggu. Meski bukan hal mutlak, tapi ini cukup sering terjadi,” jelas Dessy.

Hal ini juga disetujui oleh Bona. Menurut psikolog ini, ada faktor yang berasal dari lingkungan yang membuat seseorang lebih tertarik pada individu dengan jenis kelamin yang sama dengannya.

“Misalnya pengalaman seks pertama atau pengalaman traumatis yang membekas di diri kita,” jelasnya. Enggak hanya menyebabkan seseorang menjadi homoseksual, faktor-faktor tersebut juga bisa membuat kita menjadi biseksual, alias suka kepada cewek dan cowok.

Dessy menambahkan, “Kalau dalam kasus heteroseksual menjadi homoseksual, menurut saya ini bukan berubah, melainkan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Misalnya di dunia entertainment, cowok-cowok bergaul dengan sesama cowok. Banyak yang bilang mereka terpengaruh sehingga menjadi homoseksual, padahal sebenarnya enggak. Mereka hanya menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ketika dia sudah lepas dari lingkungan itu, dia pun akan kembali ke dirinya semula,” jelas Dessy.

Sebenarnya, wajar enggak, sih, jika ada rasa suka kepada sesama jenis? Menurut Dessy, rasa suka merupakan sesuatu yang wajar terjadi dan dialami semua orang. Yang perlu diperhatikan adalah, sudah sejauh mana rasa suka itu?

“Kalau sebatas kagum dan mengidolakan, itu sesuatu yang wajar,” jelas Dessy.

Jadi, ketika kita merasa tertarik atau suka kepada cewek lain, jangan langsung menyimpulkan bahwa kita adalah seorang lesbi. Terutama di usia remaja, karena saat tersebut merupakan masa kita mencari tentang konsep diri.

“Perkembangan kognitif manusia baru akan matang banget di usia 20-21 tahun. Ketika berada di usia ini, kita sudah bisa menilai apakai ini cuma sekadar mengagumi atau benar-benar cinta. Selain itu, remaja juga belum punya banyak pengalaman yang bisa membantu mereka dalam membuat keputusan. Remaja bisa saja menyimpulkan kalau dia menyukai sesama jenis, tapi kalau menganggap itu sebagai keputusan final, rasanya masih terlalu cepat,” jelas Dessy.

Bona menambahkan, “Mungkin saja kita tertarik dengan sesama jenis, tapi remaja masih dalam proses pembentukan identitas. Sehingga, jangan menutup diri dan tetap mencoba untuk lebih mengeksplorasi seksual, misalnya nge-date dengan cowok. Ketika sudah mencoba, kita pun bisa menarik kesimpulan dengan tepat.”

Namun, ada kalanya kita merasa bingung ketika kita merasakan adanya ketertarikan terhadap sesama jenis. Sebelum mengambil suatu keputusan, enggak ada salahnya untuk membicarakan hal ini dengan orang yang dipercaya.

“Cobalah untuk bercerita kepada orang yang dipercaya, seperti sahabat, guru BK, orangtua, orang dewasa yang dipercaya, atau psikolog. Sebelumnya, lihat dulu, apakah orang yang diajak curhat bisa menerimanya dengan pikiran terbuka? Karena bisa saja orang tersebut memiliki nilai-nilai yang tidak sesuai dengan hal ini,” jelas Bona.

(Baca juga: Remaja Dan Perilaku Penyimpangan Seksual)

(Baca juga: Sama Seperti Cowok, Cewek Juga Merasakan Dorongan Seksual)