Pelaku perkosaan enggak selamanya orang asing. Bisa jadi, pelakunya adalah orang terdekat kita, termasuk pacar. Misalnya ketika pacar memaksa kita untuk melakukan hubungan seksual, dan terus memaksa meski sudah menolak.
Kasus perkosaan oleh pacar ini bisa saja terjadi pada remaja seperti kita. Tapi, kita bisa, lho, meminta perlindungan hukum jika hal ini terjadi. Berikut cerita 2 orang cewek yang melaporkan pacarnya ke polisi setelah diperkosa.
(Baca juga: Fakta Menyedihkan Tentang Kasus Kekerasan Seksual Pada Remaja Cewek Indonesia
“Saat itu aku berumur 16 tahun, dan kenalan dengan cowok, namanya A, lewat SMS. Setelah beberapa lama SMS-an, aku ketemuan dengan A. Malam itu A membawaku ke sebuah perkebunan tempat pariwisata. Waktu itu udah malam, sepi enggak ada orang, dia tiba-tiba ngerangkul aku tapi aku kibas, tiba-tiba tangan aku diarahkan ke kelamin dia.
Aku marah, dia balik marah bilang, ‘Udah nurut aja, kalau enggak nurut enggak akan aku antar pulang, di sini udah enggak ada siapa-siapa!’. Tangan aku ditarik, dia langsung meraba payudara aku, aku berontak, tapi terus didorong, aku enggak bisa ngelawan lagi sehingga akhirnya kejadian.
Aku enggak sampai kepikiran lapor polisi, yang terus aku pikirin justru jangan sampai mama dan papaku tahu. Tapi, sikap diamku justru jadi bencana. Soalnya A kembali menjebakku dan akhirnya melakukan hal yang sama. Aku pun hamil dan harus berhenti sekolah. Orangtuaku marah besar, hingga melaporkan A ke polisi. Tapi akhirnya A bertanggungjawab dan menikahiku.” (SS, 19 tahun)
(Baca juga: 5 tipe cowok yang sebaiknya enggak kita jadikan pacar menurut psikolog)
Kisah yang sama juga dialami oleh C. Waktu itu dia masih duduk di bangku SMA di salah satu kota di pinggiran Jakarta dan punya pacar, namanya D. D sering mengajak C untuk melakukan hubungan seks, tapi selalu ditolak. Awalnya, D masih menerima, tapi dia terus minta lagi dan lagi. Karena selalu ditolak, D pun marah dan memaksa C untuk melakukan hubungan seks. Setelah terjadi, selanjutnya D selalu memaksa C untuk emngulanginya. Bahkan, D sampai berbuat kasar pada D.
Enggak disangka, C hamil. Untungnya C berkenalan dengan Ibu Z dari sebuah lembaga hukum yang sering membantu korban kekerasan secara cuma-cuma. Beliau membantu C melaporkan D ke polisi. Prosesnya lumayan lama, tapi Ibu Z selalu membantu.
Akhirnya, C memenangkan kasus ini dan D dihukum penjara. Tapi, orangtua D enggak terima. Orangtuanya kaya dan lumayan berpengaruh di kotanya. Mereka mengajukan banding. Lagi-lagi, D harus menjalani persidangan dan akhirnya menang. Karena itu, D hanya menjalani hukuman penjara selama lima tahun.
(Baca juga: alasan kita harus menolak RKUHP yang bisa merugikan korban sexual assault)
Seringkali, perkosaan oleh pacar jarang dilaporkan, karena batas yang kurang jelas. Banyak yang berdalih suka sama suka. Padahal kasus perkosaan oleh pacar (date rape) ini adalah kasus serius. Kita enggak perlu khawatir, karena kita dilindungi oleh hukum dan undang-undang.
Masalah kekerasan seksual pada anak-anak dan remaja ini diatur oleh UU Perlindungan Anak no 35 tahun 2014 pasal 81 dan 82 yang merupakan revisi dari UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002, serta UU no 11 tahun 2011 tentang sistem peradilan pidana anak.
“Hampir sebagian besar pelaku kekerasan seksual berasal dari orang terdekat, salah satunya adalah pacar. Apapun modus yang dilakukan pelaku, entah itu bujukan, ancaman, atau perkosaan, semuanya bisa terkena ancaman UU ini,” ungkap Ibu Zuma, dari LBH Apik, Jakarta.
Undang-Undang tersebut mengatur tentang ancaman hukuman yang bisa diterima pelaku. Jika pelaku adalah orang dewasa, maka hukumannya berkisar antara 5-15 tahun. Jika masih di bawah umur, hukuman maksimal setengah dari hukuman untuk orang dewasa, yaitu 7,5 tahun.
Jika menghadapi kasus ini, atau ada orang terdekat kita yang mengalaminya, berikut beberapa tempat atau lembaga yang bisa membantu kita membawa kasus ini ke pihak berwajib.
Yayasan pulih akan membantu kita untuk kepentingan konseling dan pemeriksaan psikologis, termasuk jika nanti hal ini dibutuhkan untuk proses hukum yang akan dijalani. Yayasan Pulih juga menyediakan layanan konseling online melalui email di pulihcounseling@gmail.com.
Jl. Teluk Peleng 63 A Komplek AL, Rawa Bambu, Pasar Minggu Jakarta Selatan, 12520. Telp: (021) 78842580. Hotline: (021) 98286398/08881816860
Jika membutuhkan bantuan hukum, kita bisa datang ke LBH Apik. Lembaga bantuan hukum ini akan membantu kita menghadapi proses hukum, mulai dari persiapan sampai selesai. LBH Apik terdapat di banyak kota di Indonesia, seperti Jakarta, Makassar, Yogyakarta, Mataram, dan lain-lain.
Jl. Raya Tengah No 31 RT 01/09, Kramat Jati, Jakarta Timur, 13540. Telp: (021) 87797289. Email: apiknet@centrin.net.id
Komnas Anak sendiri punya program bernama intervensi kritis yang membantu anak-anak dan remaja korban kekerasan seksual. Kita bisa langsung mendatangi kantor Komnas Anak untuk mengajukan pengaduan.
Jl. TB Simatupang No 33 Jakarta, Indonesia. Hotline: (021) 87791818. Telp: (021) 8416157. Email: info@komnaspa.or.id
Jl. Teuku Umar No 10 Gondangdia Menteng, Jakarta Pusat. Telepon: (021) 31901556. Email: pengaduan@kpai.go.id
Kita bisa melapor langsung ke kantor polisi karena di setiap polres ada bagian Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) yang buka 24 jam. Di sana, kita akan dilayani oleh polwan saat membuat pengaduan. PPA akan merujuk ke rumah sakit untuk melakukan visum dan kalau butuh konseling, PPA akan merujuk ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang ada di setiap provinsi di Indonesia.
(Baca juga: wajib tahu, jenis kejahatan dalam pacaran)