Saking Sedihnya Saat Putus Cinta, Cewek Ini Memutuskan Untuk Bunuh Diri

By Natalia Simanjuntak, Sabtu, 15 April 2017 | 06:20 WIB
foto: flickr.com (Natalia Simanjuntak)

Banyak yang bilang putus cinta itu bukan akhir dari segalanya. Tapi kesedihan mendalam yang kita rasakan ketika berada di momen itu justru berkata sebaliknya, it feels like our whole world is falling apart. Kita hancur, sakit hati, dan hilang arah. Kita seperti enggak bisa berfungsi normal dan berpikir jernih. Perasaan campur aduk inilah dirasakan oleh Dea (20), cewek yang membagikan ceritanya kepada tim cewekbanget.id, saat itu. Yuk, simak curhat cewek yang mencoba bunuh diri karena putus cinta berikut ini.

(Lihat di sini cerita kisah Cewek yang Gagal UN )

 

“Kami sudah berpacaran hampir 6 tahun. Aku mengenal dia sejak awal SMP dan enggak lama setelah itu, kami memutuskan untuk jadian.

Sejak itu bisa dibilang kami seperti enggak pernah terpisahkan. Soalnya kami masuk ke sekolah yang sama dari SMP sampai SMA, jadi hampir setiap hari pasti bertemu. Bukan hanya bertemu malah, berangkat dan pulang sekolah juga selalu bareng-bareng. Dunia benar-benar serasa milik berdua.

Seperti yang dialami pasangan lainnya, kami juga ngalamin yang namanya jatuh bangun dalam hubungan. Ada kalanya kami berantem, tapi juga ada saat-saat kami merasa sangat bahagia saat bersama. Buatku saat itu, dia cowok yang terbaik.

Selama 6 tahun bersama-sama, tentu kami sudah sangat mengenal satu sama lain. Aku udah kenal dengan keluarganya, begitu juga dia, sudah kenal keluargaku. Tapi meskipun begitu, hubungan kami enggak berjalan mulus. Kedua keluarga kami sebenarnya sama-sama enggak begitu menyukai hubungan ini.

Alasan pertama karena kami berbeda suku. Orangtua dari kedua pihak ingin kalau anak mereka menikah dengan orang dengan latar belakang suku yang sama, apalagi kami berdua merupakan anak pertama dari papa mama kami.

Lalu mengapa mereka tetap membiarkan kami berhubungan selama 6 tahun? Alasan pastinya, aku juga kurang mengerti. Tapi mungkin saja mereka membiarkan kami karena mereka berpikir ini hanya sekadar cinta monyet, cintanya anak remaja yang bisa kapan aja berakhir. Makanya mereka enggak merasa terlalu khawatir.

Kemudian rasa cemas itu akhirnya muncul ketika kami sudah melewati masa SMA dan beranjak ke masa kuliah. Sepertinya kedua orangtua kami saat itu mulai takut kalau apa yang kami jalani ini mengarah ke jenjang yang lebih serius. Mereka enggak menyangka kami bisa bertahan selama ini.

Lalu bisikan-bisikan untuk putus pun menghampiri kami berdua. Orangtuaku membujukku untuk fokus ke kuliah dan memutuskan hubungan dengan dia, begitu juga dengan orangtuanya yang mulai melarang dia untuk pergi bersamaku.

Kami berdua saat itu bingung, enggak tahu harus bagaimana. Di satu sisi kami memang saling sayang, tapi di sisi lain kami juga tidak ingin melawan orangtua. Kami mencoba untuk menjelaskan kepada kedua orangtua kami, tapi hasilnya nihil. Mereka tidak mau mendengarkan.

Kemudian desakan demi desakan yang kami alami semakin keras dan tajam. Kami benar-benar sudah lelah dan enggak tahan lagi menghadapi tekanan yang ada. Dan akhirnya, kami memutuskan untuk berpisah.