Sadar enggak, sih, kalau handphone itu bisa jadi tempat bersemayamnya banyak kuman? Hal ini bisa disebabkan karena handphone jarang dibersihkan.
Padahal tangan kita, sebagai media penyalur bakteri, sering banget menyentuh dan menggunakan gawai ini.
Pelindung yang dijual di pasaran pun hanya sebatas menjaga handphone agar tahan lama dan enggak mudah rusak.
Berangkat dari permasalahan itu, empat mahasiswa dari Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya, yaitu Siti Amallah, Khalid Amjad, Wahyu Widia Ningrum, dan Romi Dwi Nanda, mengembangkan produk phonecase dan pelindung keyboard BICRASIA (Bio Crustacea Silicone Anti-Bacteria).
Uniknya, mereka menggunakan bahan-bahan alami yang sering dianggap sebagai limbah sisa makanan oleh masyarakat, yakni cangkang kepiting, kulit udang, dan bonggol jagung.
Yuk, simak cerita cewek Indonesia pembuat casing handphone dari cangkang kepiting pada Cewekbanget.id berikut ini!
Awalnya yang tergabung dalam proyek ini hanya Siti Amallah dan Khalid Amjad. Keduanya berniat mengikuti seleksi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2017 yang diadakan oleh Kementrian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi.
“Tergabungnya empat orang dalam satu tim ini enggak sengaja.
Pertama kami ajak Widia untuk gabung karena anaknya rajin, cepat tanggap, dan kemampuan public speaking-nya bagus. Terus kami mikir untuk mencari satu anggota lagi.
Nah, suatu hari ketika mau konsultasi ke ruang dosen, enggak sengaja ketemu dengan Romi. Saat itu juga dia gabung dan tim BICRASIA terbentuk”, tutur Mala, sapaan akrab Siti Amallah.
Widia (21), yang merupakan adik satu angkatan Mala (22), mengungkapkan kalau dia memang sudah ada niat untuk ikut PKM.
“Selama ini aku lebih aktif di organisasi dan urusan kepanitiaan. Tapi, udah lama juga pengin nyoba belajar ikut PKM. Penasaran seperti apa. Makanya ketika diajak oleh Khalid, langsung aku terima.”
Mala bercerita bahwa ide awal mereka bukan pelindung handphone dan keyboard, melainkan pelindung untuk tombol lift. Tapi, karena implementasinya yang cukup sulit, mereka alihkan menjadi casing handphone.
“Waktu itu kami searching di Google cara membuat casing buatan tangan. Lalu, kami inovasikan bahan pembuatnya menjadi bahan yang ramah lingkungan, seperti cangkang kepiting dan kulit udang. Kami gunakan ekstraknya,” terang Widia.
Satu bulan setelah proses berdiskusi, bimbingan dosen, dan uji coba lab, indekos Mala pun jadi tempat mereka membuat produk untuk pertama kali.
“Ada banyak kesulitan dan kegagalan yang kami temui. Mulai dari komposisi yang kurang pas, cetakan yang salah, sampai adonan produk yang enggak kering.
Waktu itu ketika belum dapat mitra untuk membuat cetakan, kami iseng untuk membuat sendiri pakai silicone rubber.
Kami lupa kalau bahan utama adonan juga dari itu. Akhirnya adonan enggak bisa dipisahkan dari cetakan. Padahal buat cetakannya setengah mati”, kenang Widia.
Mala menambahkan, hal lain yang menjadi tantangan adalah ketika masuk tahap desain produk. Dari empat orang, hanya Romi yang punya kemampuan desain.
“Sulit banget! Aku enggak bisa gambar sama sekali. Jadi ketika bantuin ngelukis produk, ya, semampunya aja. He-he.”