Grup Saracen, mungkin kita akrab dengan nama ini karena sedang menjadi sorotan. Grup ini baru saja ditangkap oleh polisi karena terbukti menyebarkan berita hoax di media sosial. Malah, grup ini sudah terorganisir dengan rapi, bahkan menawarkan jasa untuk menyebarkan berita hoax yang bertujuan merusak citra seseorang atau sekelompok orang tertentu.
Ini bukan pertama kalinya polisi menangkap pelaku penyebar berita hoax. Di sepanjang 2017 saja, beberapa nama sempat harus berurusan dengan polisi terkait hal tersebut. Bukan saja di Indonesia, terhitung hingga Februari 2017, Kepolisian Sarawak, Malaysia, sudah menangkap sepuluh pelaku penyebar berita hoax. Di negara lain pun juga banyak beredar berita hoax yang kebenarannya dipertanyakan tapi sayangnya bisa dengan mudah dipercayai orang lain.
Berbeda dengan grup Saracen, pelaku lebih banyak di tingkat pribadi. Tujuan mereka menyebarkan berita hoax pun beragam. Ada yang sebenarnya tidak begitu paham atau hanya mendengar ucapan selintas lalu menyebarkan informasi salah. Ada juga yang demi kepentingan ekonomi.
Sebagai contoh, berikut beberapa kasus penyebar berita hoax yang sampai ke tangan polisi.
(Lihat di sini kenapa kita bisa jadi korban berita hoax)
Berita hoax enggak bisa dianggap sepele karena dampak yang dihasilkan sangat besar. Sebuah informasi yang salah bisa menimbulkan keresahan. Misalnya berita soal kasus penculikan anak. Tentu saja masyarakat jadi tidak tenang karena tahu di lokasi tempat tinggalnya ada orang jahat yang mengincar anak mereka.
Berita hoax juga bisa menimbulkan keresahan jika yang disebarkan adalah informasi bernada kebencian. Seperti yang dilakukan Grup Saracen, salah satunya adalah bertujuan untuk merusak citra diri seseorang. Berita yang salah ini bisa menggiring opini publik untuk membenci seseorang atau pihak tertentu.
Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah ada ketentuan hukum yang mengatur soal berita hoax. Seorang pelaku bisa terancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hukumannya enggak tanggung-tanggung, bisa diancam kurungan penjara enam tahun atau denda Rp 1 miliar.
Seperti dikutip dari Liputan6.com, Kapolri Jendral Tito Karnavian mengimbau agar kita semakin berhati-hati, jangan sampai menjadi korban berita hoax atau malah jadi salah satu yang menyebarkan berita tersebut. Mungkin kita bermaksud baik ingin sharing sebuah informasi, tapi pastikan untuk memeriksa kebenaran info tersebut sebelum membaginya. Karena bisa saja berita yang kita terima adalah salah, sehingga tanpa disadari kita menjadi salah satu penyebar konten hoax.
“Kita mengimbau kepada masyarakat agar tidak dengan membabi buta (merespon hoax) dan mencerna apa saja yang ada di media sosial. Kalau ada informasi yang dicurigai, negatif, provokatif, agar melakukan kroscek,” ujar beliau. Enggak hanya itu, pemerintah juga membentuk badan khusus untuk menangani masalah ini, yaitu Badan Cyber Nasional.