10 Eksperimen Psikologis pada Manusia yang Gagal dan Berujung Tragis. Seram!

By Kinanti Nuke Mahardini, Sabtu, 17 Februari 2018 | 14:40 WIB
foto: unbelievable-facts.com (Kinanti Nuke Mahardini)

Otak manusia merupakan sesuatu yang istimewa, karena diantara semua makhluk Tuhan hanya manusia yang diberikan otak untuk berpikir.

Otak manusia yang berjalan terus akan memunculkan inovasi dan kebaruan yang tidak ada hentinya. Hal ini yang menciptakan sains dan keilmuannya.

Rasa penasaran manusia yang tidak pernah berhenti layaknya otak membuat orang-orang berikut melakukan berbagai percobaan. Sayangnya, percobaan tersebut tidak selalu berhasil.

Jika tidak berhasil namun tidak tragis dan membahayakan banyak orang, masih wajar. Beberapa penelitian ini justru gagal sekaligus membahayakan banyak orang.

Berikut eksperimen psikologis manusia yang gagal dan berujung tragis:

(Baca juga: Taylor Swift Teaser Video Musik 'Ready for It.' Ini 4 Fakta Mencengangkan!)

Tony yang merupakan psikiater di UCLA Medical Center mengadakan eksperimen dengan menyuruh pengidap schizophrenia berhenti meminum obat.

Eksperimennya bertujuan untuk mengecek seberapa besar pengaruh obat terhadap pasien.

Eksperimen ini gagal dengan hasil seluruh pengidap mengalami gangguan kejiwaan yang lebih serius dan satu orang bunuh diri.

Proyek ini merupakan proyek yang ditujukan untuk menginterogasi seseorang.

Eksperimennya hampir sama dengan menguji seseorang apakah ia berbohong atau tidak, namun pada eksperimen ini melibatkan sejumlah hal kejam berupa penyiksaan, penghinaan, penjara seumur hidup, dan hipnotis,

Sigmun Freud memiliki hipotesis bahwa sakit Emma disebabkan karena kebiasannnya bermastrubasi. Ia juga memiliki hipotesis bahwa vagina dan hidung saling berhubungan.

Ia memberikan bius lokal dan kokain sebelum “membongkar” hidung Emma. Parahnya, eksperimen tersebut gagal dan hidung Emma berdarah hebat.

Eksperimen dengan jenis operasi ilegal ini menjadi yang paling parah sepanjang sejarah.

Dr. Lauretta Bender, pekerja dari New York Creddmoor Hosiptal menciptakan sebuah alat shock terapi bagi anak-anak. Lebih dari 100 anak dijadikan percobaannya.

Alat yang seharusnya bisa menjadi terapi otomatis anak-anak justru menjadi menjadi sumber stres bagi anak-anak. Ternyata seorang anak yang mendapat 20 treatment yang berbeda akan mati atau menjadi pembunuh.

(Baca juga:5 Seleb Kpop Cewek yang Menolak Melakukan Operasi Plastik)

David Reimer, merupakan seorang korban dari insiden “sunat.” Kelaminnya hilang sejak kejadian saat itu.

Dr. John Money menyarankan Remier agar melakukan operasi yang bisa mengembalikan kelaminnya. Karena terlihat tidak ada penis, Reimer dioperasi menjadi perempuan.

Sayangnya, operasi tersebut gagal karena Ramie bukan perempuan. Ia menjalani hidup yang sulit dan mati bunuh diri.

Sama seperti percobaan CIA yang sebelumnya, mereka menggunakan hipnosis untuk menginterogasi seseorang. Hipnosis yang mereka gunakan menggunakan morfin dan obat terlarang lainnya.

Eksperimen ini gagal karena seseorang yang menggunakan obat dalam jumlah berlebihan justru bertingkah laku aneh. Orang-orang “bekas” ekspermien gagal ini diisolasi di Jepang, Filipina, dan beberapa negara Asia lainnya.

CIA mensponsori mind control project. Proyek ini ditujukan untuk mengubah pemikiran seseorang agar memiliki “hidup” yang nyaman bagi CIA.

Proyek ini gagal dan banyak orang yang menggunakan narkotika untuk menenangkan diri mereka.

(Baca juga: 6 Seleb Kpop Cowok yang Berasal dari Daegu. Ada Idola Favorit Kamu?)

Stanford University berusaha menginvestigasi kondisi psikologis antara sipir lapas dengan tahanan. Dr. Philip Zimbardo mencoba untuk menyuruh lapas memberikan tekanan psikis pada penghuni lapas.

Apakah berhasil? Eksperimen ini justru menjadikan beberapa tahanan mengalami gangguan kejiwaan.

Percobaan ini dilakukan oleh psikiater dari Universitas Yale yang mengukur seberapa besar objek akan patuh kepada perintah.

Peserta dibagi menjadi dua ruangan dan mereka mengajukan pertanyaan jika jawaban mereka salah.

Jawaban salah akan diberi sengatan listrik. Peserta eksperimen ini stres dan mengalami gangguan kejiwaan.

Percobaan yang dilakukan oleh Iowa Univeristy ini melibatkan anak yatim di Iowa. Pengawas membagi anak menjadi 2 kelompok dan melakukan terapi wicara secara terpisah.

Perlakuan pada 2 kelompok tersebut berbeda. Tidak ada hasil resmi pada penelitian ini, namun pihak yang terlibat mengatakan bahwa eksperimen ini berhasil pada satu keompok dan gagal satu kelompok berikutnya.

Kelompok yang gagal telah mengalami kondisi psikis berupa gangguan mental seumur hidup.

(Baca juga: 9 Hal yang Dilakukan Seleb Kpop Saat di Ruang Tunggu. Kocak!)