Embel-Embel ‘Cantik’ Dalam Judul Tulisan yang Sebenarnya Merendahkan Perempuan

By Indra Pramesti, Minggu, 4 Maret 2018 | 13:40 WIB
Ada banyak hal yang menarik dalam diri cewek selain penampilan fisik! (Indra Pramesti)

Buat kita yang akrab dengan gadget pasti sering banget mendapatkan informasi dari teknologi canggih ini. Yang enggak pernah terlewatkan adalah berita-berita dari artikel online yang secara mudah bisa kita dapatkan setiap harinya.

Tapi sekalipun dihadapkan dengan teknologi yang memudahkan, kadang kita enggak serta merta langsung meng-klik artikel tersebut. Hanya judul-judul yang menarik perhatian dan kontroversial yang sering menarik banyak klik dari kita.

Ibaratnya seperti pintu, judul adalah hal pertama yang kita lihat. Dari ‘pintu’ itu juga, kita kerap penasaran dan menebak-nebak isi di dalamnya. Enggak heran, para penulis artikel semakin berlomba-lomba untuk menulis artikel dengan judul bombastis dan kontroversial supaya menarik pembaca ke situs mereka.

Tema tentang cewek adalah salah satu tema yang enggak ada habisnya buat dibahas, sehingga selalu muncul artikel menarik tentang cewek untuk dikulik.

Sayangnya, dalam proses menarik hati para pembaca, trik demi trik pun sering dilakukan, seperti misalnya, “cewek cantik” “wanita cantik” “perempuan cantik” “pasien cantik” “SPG cantik” “aktris cantik” dan lain sebagainya dengan embel-embel ‘cantik’.

Memang ada juga artikel online yang menggunakan embel-embel ‘ganteng’ untuk menarik perhatian pembaca. Tapi enggak sesering kata ‘cantik’.

Coba perhatikan judul-judul artikel yang redaksi temukan berikut.

Sekalipun perempuan yang dijelaskan dalam artikelnya berprestasi, embel-embel ‘cantik’ itu tetap ditambahkan, seakan-akan sebagai pelengkap. Memangnya cewek harus cantik dulu supaya prestasi kita diakui?

Mirisnya lagi, ketika si perempuan dalam artikel adalah korban dari tindakan kejahatan atau pun menjadi tersangka, kata ‘cantik’ tetap saja ditambahkan. Apakah cewek harus cantik dulu supaya bisa ditulis di media?

Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memang lebih sering mendapatkan komentar tentang bentuk fisiknya. Ambil saja contoh yang paling mudah, ketika kita bertemu dengan teman lama, pasti sering banget kita mendengar komentar seperti “kok gendutan?” “kok kurusan?” “tambah putih aja nih” dan lain sebagainya.

Di redaksi cewekbanget.id pun kita sering mendapat curhatan dari remaja-remaja cewek yang merasa kurang pede dengan penampilan fisik mereka, seperti berhidung pesek, berkulit hitam, bermata sipit, dll.

Embel-embel ‘cantik’ pada judul tulisan secara enggak langsung memengaruhi pemikiran netizen untuk memasang standar tinggi agar dianggap menarik di mata orang lain – kalau cantik berarti kita menarik, dilirik, dan disukai banyak orang.

Padahal selain kata ‘cantik’ yang hanya fokus pada fisik perempuan, ada kata sifat lainnya yang bisa digunakan, seperti ‘kuat’ ‘cerdas’ atau ‘inspiratif’. Sekalipun tanpa embel-embel kata sifat apapun, perempuan tetaplah perempuan yang prestasinya tetap layak diakui dan disiarkan.

Fakta yang terjadi di atas masuk ke dalam kasus objektivitas terhadap perempuan. Kita terlalu sering menggunakan sudut pandang laki-laki sebagai pengamat dan perempuan sebagai objek yang diamati. Akibatnya, tindakan objektivitas pun sering dialami oleh para perempuan, di mana pun dan kapan pun, tidak peduli umur.

Artikel-artikel dengan embel-embel kata ‘cantik’ akhirnya malah menjadi lapak objektivitas buat netizen, karena menarik komentar-komentar yang bernada seksis, centil, atau bernada sensual. Prestasi dan kehebatan yang seharusnya jadi fokus utama, malah dilupakan.

Sebagai netizen, kita memang enggak bisa mengontrol artikel-artikel tersebut buat bermunculan, tapi sebagai netizen, kita bisa lebih kritis menanggapinya. Caranya, kita bisa meninggalkan komen atau report artikelnya. Kita juga bisa men-screenshot judul artikel tersebut dan mengingatkan teman-teman (kalau perlu bisa post di sosial media) supaya enggak membaca.

Kita juga bisa stop share link menuju artikel yang sifatnya merendahkan perempuan tersebut. Supaya enggak makin banyak yang baca. He-he.

Dan yang terpenting, mengingatkan diri sendiri untuk tidak melakukan hal serupa. Misalnya, melihat seseorang dari prestasinya, bukan fisiknya.

Seorang atlet berprestasi karena ketekunan dan kerja kerasnya, bukan karena dia cantik.

Seorang dokter bisa menjadi sehebat itu karena rajin belajar dan pantang menyerah untuk menggapai mimpinya, dan tidak perlu ada kata cantik untuk menggambarkannya.

Isyana Sarasvati pernah bilang kalau dia tidak suka ditulis artis cantik. Cukup musisi saja, tidak perlu ada atribusi apa-apa.

Tindakan seputar pelecehan dan merendahkan perempuan yang erat kaitannya dengan feminisme ini memang belakangan semakin mendapat sorotan. Makanya, jangan ragu lagi untuk maju bareng melakukan ‘perlawanan’, girls. Kamu sudah siap?

(Baca juga: Banyak Korban Pelecehan Seksual yang Tidak Berdaya Sehingga Butuh Waktu Lama untuk Terungkap. Kenapa?)