Berhenti Memakai Sebutan Tertuduh Perusak Hubungan Orang Lain yang Merendahkan Perempuan

By Indra Pramesti, Rabu, 21 Februari 2018 | 05:55 WIB
Saatnya memakai sebutan yang merendahkan perempuan (Indra Pramesti)

Lepas dari kasus video viral pelabrakan Shafa kepada Jennifer Dunn, kita dihebohkan kembali dengan sebuah video yang memperlihatkan seorang perempuan yang dilempari berlembar-lembar uang oleh perempuan lain yang memarahinya.

Perempuan yang memegang kamera dan disebut ‘Bu Dendy’ itu tak tampak dalam layar, menuduh perempuan berjilbab yang duduk di sofa telah menerima uang dari lelaki yang diduga suaminya.

Video yang menjadi viral ini mengundang perhatian netizen hingga enggak sedikit yang menjadikannya lelucon. Tapi ada satu hal yang timpang dalam kasus ini.

Dalam videonya, Bu Dendy menyebut perempuan yang menjadi sasaran kemarahannya sebagai ‘pelakor’ yang merupakan kependekan dari ‘perebut laki orang’.

Beberapa netizen mengkritisi hal ini dan menganggap bahwa sebutan tersebut adalah sebuah istilah yang sebenarnya merendahkan perempuan.

Dilansir dari BBC.com, Komisioner Komnas Perempuan, Budhi Wahyuni menyatakan bahwa penggunaan media sosial memudahkan seseorang untuk merekam, mengekspresikan, membalas, dan meluapkan emosinya.

“Perempuan yang bisa jadi awalnya berpikir soal risiko, ‘malu’ atau ‘apa sih keuntunganku’, ini jadi terfasilitasi. Kemudian perempuan yang dianggap pasangan sah menjadi lebih pemberani, tapi siapa yang dibela?

Yang dibela adalah perilaku yang tidak benar, dalam hal ini adalah sosok laki-laki itu sendiri.”

Padahal kalau kita cermati, selingkuh hanya bisa dilakukan oleh dua pihak yang aktif terlibat. Bukan hanya si selingkuhan, tapi juga pasangannya, dalam hal ini bisa jadi pacar atau suami.

Sementara ada istilah ‘pelakor’ tapi kita sama sekali enggak pernah mendengar istilah serupa buat lelaki yang selingkuh.

Di sinilah letak ketimpangan tersebut, ketika dengan mudahnya seseorang menyalahkan satu pihak saja dan menjadikan pihak ketiga tersebut sebagai kambing hitam.