Cewekbanget.id - Girls, setiap tanggal 10 November, kita rakyat Indonesia memperingatinya sebagai Hari Pahlawan. Penetapan Hari Pahlawan ini berdasarkan Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November dijadikan cara untuk memperingati peristiwa Pertempuran Surabaya yang terjadi tahun 1945.
Dalam pertempuran tersebut, para tentara dan milisi Indonesia yang pro kemerdekaan berperang melawan tentara Britania Raya dan Belanda.
Baca Juga: Penampilan Manis & Menawan Aurel Hermansyah di Acara Pernikahan Sang Tante, Adik Krisdayanti!
Nah, membahas soal Hari Pahlawan, ternyata pada tanggal 8 November 2019 Presiden Jokowi baru saja memberi gelar kepada 6 tokoh sebagai Pahlawan Nasional di tahun 2019, lho!
Hal ini pun dibagikan Presiden Jokowi melalui akun instagram resmi Presiden.
"Enam tokoh bangsa mendapatkan gelar pahlawan nasional pada tahun 2019 yang saya serahkan kepada para ahli waris di Istana Negara, siang ini." tulis akun instagram @jokowi sebagai pembuka caption.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga menjelaskan bahwa keenam tokoh tersebut adalah sosok yang semasa hidupnya berjasa dan berjuang di berbagai bidang untuk mencapai, mengisi dan mempertahankan kemerdekaan, juga persatuan dan kesatuan bangsa.
Baca Juga: Orangtua Sering Salah Paham Sama Kita? Ini 3 Tips Untuk Menghadapinya, Girls!
Penasaran siapa saja 6 tokoh yang diberi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi?
Salah satunya adalah sosok Rohana Kuddus, seorang jurnaslis perempuan Indonesia, girls!
1. Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi (Oputa Yii Ko) dari Sulawesi Tenggara
Jadi salah satu sosok yang diberi gelar Pahlawan Nasional tahun 2019 olh Presiden Jokowi, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi atau Oputa Yi Koo adalah seorang Sultan Buton ke-20 (1752-1755) dan ke-23 (1760-1763).
Selama menjadi Sultan Buton, Sultan Himayatuddin memang tidak suka dengan sikap penjajah Belanda yang selalu menyengsarakan rakyat Buton.
Ia selalu menentang penjajah Belanda di wilayah Kesultanan Buton dengan berjuang secara bergerilya melawan penjajahan Belanda hingga keluar masuk hutan.
Karena sepak terjang Sultan Himayatuddin melawan belanda, Kesultanan Buton pun menobatkan Ia sebagai Oputa Yi Koo, yang berati raja yang bergerilya melawan penjajah di dalam hutan.
Tidak lama setelah perang Buton, sekitar tahun 1755, Sultan Himayatuddin menetap di Siontapina hingga meninggal pada 1776. Fyi, Sultan Himayatuddin pun dimakamkan di puncak Gunung Siontapina.
Baca Juga: Penampilan Manis & Menawan Aurel Hermansyah di Acara Pernikahan Sang Tante, Adik Krisdayanti!
2. Rohana Kuddus (Roehana Koeddoes) dari Sumatera Barat
Dari 6 sosok yang diberi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi pada tahun 2019, almarhumah Rohana Kuddus jadi satu-satunya sosok perempuan yang menerima gelar Pahlawan Nasional, lho!
Sosok Rohana Kuddus yang asli Sumatera Barat ini dikenal sebagai tokoh jurnalisme dan pendidikan.
Beliau mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia di Koto Gadang, Sumatera Barat pada tahun 1911.
Selain aktif dibidang pendidikan, Rohana Kuddus juga aktif sebagai jurnalis dengan menulis di surat kabar perempuan, Poetri Hindia.
Ketika akhirnya surat kabar tersebut dibredel pemerintah Belanda, Rohana Kuddus berinisiatif mendirikan surat kabar, Sunting Melayu, yang juga tercatat sebagai salah satu surat kabar perempuan pertama di Indonesia.
Baca Juga: Dulu Dibenci, 5 Makanan Ini Sekarang Malah Jadi Favorit Orang!
3. Prof. Dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H dari Jawa Timur
Lahir di Kabupaten Magetan, Jawa Timur pada 13 Agustus 1889, Beliau adalah seorang dokter yang juga berjasa besar pada bidang pendidikan.
Selain sebagai seorang dokter, Prof. Dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H merupakan perintis serta rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak tahun 1950 hingga 1961.
Beliau juga diketahui pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) periode 1961 sampai 1970.
Dilansir dari Kompas.com, sebagai seorang dokter sekaligus peneliti, Prof Sardjito mencatatkan berbagai penemuan yang bermanfaat, seperti obat penyakit batu ginjal (calcusol) serta obat penurun kolesterol (calterol).
Enggak hanya itu, saat masa revolusi kemerdekaan, Beliau mencipatakan makanan ranasum bernama Biskuit Sardjito bagi para tentara pelajar yang sedang berjuang di medan perang, lho!
Baca Juga: Orangtua Sering Salah Paham Sama Kita? Ini 3 Tips Untuk Menghadapinya, Girls!
Ambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, pasca-kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Prof Sardjito memindahkan buku-buku milik sekolah tinggi kedokteran di Klaten dan Solo dengan menggunakan kereta api.
Ia juga berperan dalam pemindahan Institut Pasteur di Bandung ke Klaten. Ada juga arsip Harian Kompas, 8 Mei 1970 yang menyebutkan bahwa Prof Sardjito bersama dengan Prof Sutarman, dokter Sanusmo, dan dokter Pudjodarmohusodo mendirikan Fakultas Kedokteran RI di Klaten dan Solo pada 5 Maret 1946.
4. Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakir dari Yogyakarta
Salah satu tokoh Muhammadiyah yang mendapat gelar Pahlawan Nasional di tahun 2019 ini adalah Prof Abdul Kahar Muzakir.
Dilansir tribunnews.com, Prof Abdul Kahar Muzakir adalah sosok pemikir muda Islam yang berkiprah menentukan diplomasi di Timur Tengah untuk pengakuan kemerdekaan Indonesia.
Beliau juga mempelopori dukungan dari negara-negara Islam atas pengakuan Indonesia Merdeka.
Selain itu, Prof Abdul Kahar Muzakir merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pada 1940-an, Prof Abdul Kahar Muzakir mendirikan sekolah tinggi Islam yang menjadi cikal bakal Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta. Yup, Beliau juga merupakan rektor pertama UII, lho.
Baca Juga: Ups, 3 Jenis Bra Ini Ternyata Enggak Bagus Buat Kesehatan Payudara!
5. Dr.(H.C.) A.A. Maramis dari Sulawesi Utara
Pemilik nama lAlexander Andries (AA) Maramis adalah tokoh dari Sulawesi Utara juga merupakan anggota BPUPKI dan Komite Nasional Indonesia Pusat.
Diketahui AA Maramis pernah menjabat menteri keuangan dan menteri luar negeri.
Beliau juga pernah menjadi Pimpinan Delegasi Indonesia ke Konferensi Asia di New Delhi (20-23 Januari 1949) dan juga pendiri Pemerintahan RI dalam pengasingan (in exile) di India
Fyi, tanda tangan Maramis terdapat di Oeang Republik Indonesia, yaitu mata uang Indonesia sebelum rupiah.
6. K.H. Masjkur dari Jawa Timur
Lahir di Malang, KH Masjkur adalah salah satu tokoh NU (Nahdlatul Ulama) yang diberi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi.
Pada 1926 KH Masjkur diangkat menjadi Ketua NU cabang Malang. Empat tahun kemudian, Belaiu menjadi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang turut memperjuangkan kepentingan umat Islam pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Pada masa pendudukan Jepang, Beliau menjadi anggota Syou Sangkai, semacam parlemen di daerah. Juga tergabung sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Baca Juga: 3 Zodiak yang Mendapat Keberuntungan Minggu Ini, 11-17 November 2019. Scorpio Ketemu Teman Lama!
Selain itu, beliau juga tercatat sebagai salah satu perintis Pembela Tanah Air (Peta) yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI di seluruh Jawa.
Ketika pertempuran 10 November 1945, nama KH Masjkur muncul sebagai pemimpin Barisan Laskar Hizbullah Sabilillah.
Pasca Kemerdekaan, Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Agama Indonesia (dalam 5 kabinet yang berbeda) yakni pada tahun 1947-1949 dan 1953-1955
Belaiau juga pernah menjadi anggota DPR RI tahun 1956-1971 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1968.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Elizabeth Nada |
Editor | : | Elizabeth Nada |
KOMENTAR