CewekBanget.ID - Belakangan ini istilah New Normal memang selalu jadi pusat perhatian akibat penyebaran virus Corona.
Nantinya, New Normal ini bakalan jadi aturan yang berlaku di Indonesia setelah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) disudahi dan masyarakat bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
Namun yang jadi pertanyaan, sebenarnya apa sih New Normal atau protokol Normal Baru yang dibuat pemerintah setelah PSBB untuk mencegah penularan virus Corona?
Baca Juga: PSBB Jakarta Diperpanjang, Anies Baswedan Bakal Berlakukan
Dikutip dari Intisari, Kementerian Kesehatan ( Kemenkes) menerbitkan sudah protokol normal baru ( new normal) bagi perkantoran dan industri dalam menghadapi pandemi virus corona atau Covid-19 yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan.
Hal itu diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto mengatakan, dunia usaha dan masyarakat pekerja memiliki kontribusi besar dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya mobilitas, serta interaksi penduduk umumnya disebabkan aktivitas bekerja.
"Tempat kerja sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya orang merupakan faktor risiko yang perlu diantisipasi penularannya," kata Terawan seperti dikutip dalam laman resmi Kemenkes, Senin (25/5).
Salah satu ketentuan dalam protokol New Normal yang bakal kita rasakan adalah perusahaan wajib menerapkan physical distancing dengan jarak antarkaryawan selama bekerja di lokasi kerja, baik kantor maupun industri, minimal 1 meter.
"Physical Distancing dalam semua aktifitas kerja. Pengaturan jarak antar pekerja minimal 1 meter pada setiap aktifitas kerja (pengaturan meja kerja/workstation, pengaturan kursi saat di kantin, dll)," bunyi Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020.
Alasan Jokowi pilih "new normal"
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia akan memasuki tatanan kehidupan baru (new normal).
Menurut Presiden Jokowi, masyarakat harus berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19 karena virus itu tak akan hilang.
”Berdampingan itu justru kita tak menyerah, tetapi menyesuaikan diri (dengan bahaya Covid-19). Kita lawan Covid-19 dengan kedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan ketat,” kata Jokowi.
Di Indonesia, kasus Covid-19 belum menunjukkan penurunan.
Gimana enggak? Seperti yang kita lihat di berita, ternyata, pusat perbelanjaan dan pasar malah penuh sesak masyarakat yang enggak peduli sama peraturan PSBB dan protokol kesehatan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), syarat pelonggaran pembatasan sosial saat Covid-19, selain terjadi penurunan kasus selama tiga pekan, 80 persen kasus harus diketahui data kontak beserta klaster, serta turunnya angka kematian.
Syarat lainnya, jumlah pasien Covid-19 turun dua pekan. Demikian pula angka kematian penderita pneumonia.
Baca Juga: Biar Enggak Salah Kaprah, Kepoin Arti 'New Normal' yang Beredar di Tengah Pandemi Covid-19!
Dikutip dari harian Kompas, Peneliti dari Fakultas Psikologi UI yang tergabung dalam Tim Panel Studi Sosial Covid-19, Dicky Pelupessy, mengatakan, saat ini sebagian warga mulai mencapai titik tak peduli terhadap risiko.
”Reaksi alamiah saat terjadi wabah dan bencana adalah kecemasan dan ini memicu respons fight (melawan) atau flight (abai),” ujar dia.
Berdasarkan survei yang dilakukan Panel Studi Sosial Covid-19 terbaru, ditemukan bahwa PSBB ini berdampak pada penghasilan.
Ada 17,3 persen responden kehilangan pekerjaaan dan 44,3 persen sebagian besar penghasilannya turun.
Sebanyak 43,4 persen merasa bisa bertahan tanpa bantuan pemerintah.
Sisanya bervariasi, ada yang menyatakan bisa bertahan hingga PSBB berakhir 22,1 persen, lainnya hanya dalam beberapa hari.
Ada 10,2 persen orang terdampak psikologis dengan gejala serius.
Mereka didominasi kelompok usia 45 tahun ke bawah atau kelompok usia produktif.
Rentang usia 45 tahun ke bawah, dalam bahasa psikologi perkembangan, memasuki tugas perkembangan, meliputi bersosialisasi, berkeluarga, dan menghidupi keluarga.
”Awalnya orang bertahan dan melawan saat tertekan ekonomi dan psikologis,” kata Dicky.
Namun, saat tekanan ekonomi kian kuat dan secara psikologis mereka lelah, respons menjadi tak peduli.
”Turunnya kepercayaan kepada pemerintah karena inkonsistensi dan komunikasi risiko buruk akan menambah sikap abai pada risiko ini, seperti terlihat dengan pengabaian PSBB,” jelas dia.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul "Begini Aturan New Normal Setelah PSBB: Jarak Antar-karyawan di Kantor Minimal 1 Meter"
(*)
Baca Juga: Lupa Hari Selama PSBB Bisa Jadi Tanda Stres #HadapiCorona. Awas!
Penulis | : | Marcella Oktania |
Editor | : | Marcella Oktania |
KOMENTAR