CewekBanget.ID - Belum lama ini, muncul kabar menggembirakan bahwa vaksin COVID-19 gelombang pertama telah tiba di Indonesia.
Presiden RI Joko Widodo juga mengumumkan bahwa vaksin akan diberikan gratis untuk masyarakat.
Tapi jangan lengah! Munculnya vaksin COVID-19 bukan tanda bahwa pandemi akan segera berakhir.
Baca Juga: Pernyataan Presiden Jokowi Soal Vaksin COVID-19 Gratis untuk Masyarakat!
Vaksin Tanda Pandemi Berakhir?
Dilansir dari Kompas.com pada Kamis (17/12/2020), bulan November, Moderna dan Pfizer melaporkan vaksin COVID-19 buatan mereka mempunyai tingkat efektivitas 95% untuk melindungi dari virus.
Hal ini membawa secercah harapan setelah dunia dilanda pandemi delapan bulan lamanya.
Ada pula anggapan bahwa kemunculan vaksin merupakan penanda awal dari akhir pandemi, dan masyarakat mulai membayangkan situasi kembali normal dan bisa merayakan liburan seperti dulu.
Namun, pakar kesehatan masyarakat mengingatkan bahwa vaksin COVID-19 bukan obat ampuh yang sesuai harapan setiap orang.
Di samping itu, adanya vaksin bukan serta-merta kita dapat meninggalkan langkah-langkah pencegahan virus seperti menjaga jarak, mencuci tangan, atau memakai masker.
Moderna dan Pfizer melaporkan vaksin buatan mereka memiliki tingkat efektif 94,5% dan 95%, namun keampuhan vaksin keduanya masih dipertanyakan.
Pasalnya, efektivitas vaksin tersebut mengacu pada kemampuan vaksin untuk melindungi dari penyakit COVID-19, bukan terhadap segala infeksi virus.
Uji Coba Vaksin
Uji coba ketat pengujian vaksin dirancang untuk mengukur penyakit COVID-19.
Orang yang diuji coba secara acak diberikan vaksin atau plasebo, kemudian diminta melaporkan gejala COVID-19 yang mereka alami, seperti demam, batuk, sesak napas atau nyeri otot.
Para peneliti studi kemudian menentukan apakah akan menguji mereka atau enggak.
Apabila orang yang secara sukarela diuji positif terinfeksi virus, mereka tercatat sebagai kasus COVID-19 yang dikonfirmasi.
Kemudian, para peneliti akan melihat kelompok kasus COVID-19 dan membandingkan antara jumlah orang yang divaksinasi dengan jumlah orang yang mendapatkan plasebo.
Artinya, orang yang divaksinasi belum tentu kebal terhadap infeksi virus, namun cenderung mengalami gejala yang lebih sedikit dan enggak sakit seperti orang-orang yang enggak mendapat vaksin.
Hal itu masih jauh lebih baik ketimbang terinfeksi virus corona dan kemudian dirawat di rumah sakit, yang akan memerlukan perawatan intensif dan ventilator untuk bernapas.
Semakin banyak orang yang dapat mengalami gejala lebih ringan dan pulih di rumah, akan semakin sedikit beban pada sistem perawatan kesehatan dan paparan virus pada petugas kesehatan.
Baca Juga: Menurut Peneliti, Ini 3 Hal yang Jadi Tantangan Pengembangan Vaksin Covid-19!
Tidak Menjamin Perlindungan dari Infeksi Virus
Sekali lagi, vaksin enggak 100% melindungi tubuh dari infeksi virus, sehingga protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan menghindari pertemuan di dalam ruangan tetap wajib dipraktikkan.
Nantinya, akan lebih banyak data yang bisa menjadi petunjuk apakah orang yang mendapat vaksin dan enggak mengalami gejala COVID-19 masih bisa menularkan virus kepada orang lain atau enggak.
Namun hal itu belum diketahui, jadi para ahli mengingatkan pentingnya menerapkan kebiasaan yang sudah terbukti menghambat penyebaran COVID-19.
Baca Juga: Muncul Klaster COVID-19, Gimana Cegah Paparan Virus di Dalam Ruangan?
Distribusi Vaksin
Baik Moderna dan Pfizer berencana mengajukan otorisasi untuk mulai mendistribusikan vaksin mereka dan setelah mendapat izin, butuh waktu bagi keduanya untuk mengirimkan vaksin ke rumah sakit, kantor dokter dan apotek.
Kedua perusahaan sudah mulai memproduksi vaksin, tetapi produksi tersebut masih belum memenuhi permintaan akan vaksin di tahun ini.
Karena terbatas, pendistribusian vaksin dilakukan secara bertahap.
Proses pendistribusian vaksin dimulai dari kelompok berisiko tertinggi seperti petugas kesehatan dan pekerja garda depan lainnya, diikuti pekerja di sektor esensial seperti first responder dan aparat penegak hukum.
Kemudian, barulah orang lanjut usia dan orang dengan penyakit bawaan mendapat giliran diberi vaksinasi, dan seluruh populasi penduduk di dunia pada akhirnya.
Jika banyak orang diberi vaksin dan kemudian mampu menangkal virus, pengendalian pandemi dengan cara herd immunity atau kekebalan kelompok besar kemungkinan enggak akan terjadi hingga tahun depan.
Selanjutnya para peneliti harus tetap waspada dalam melacak setiap perubahan pada virus karena semakin sedikit induk yang bisa menjadi tempat pelarian virus.
Virus mungkin memiliki cara lain dan membuat vaksin menjadi kurang efektif.
Pemberian vaksin kepada banyak orang dan memantau bagaimana sistem kekebalan mereka bereaksi bisa memudahkan para ahli untuk menemukan cara penanganan COVID-19 yang lebih baik.
(*)
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Indah Permata Sari |
KOMENTAR