CewekBanget.ID - Ingat fenomena saat pandemi COVID-19 baru melanda Indonesia dan dunia, ketika semua orang memborong dan menimbun kebutuhan pokok dengan panik?
Hal yang dikenal sebagai panic buying itu sempat menimbulkan krisis seperti kelangkaan stok hand sanitizer, masker, hingga susu cap beruang atau bear brand di mana-mana, bahkan barang-barang tersebut dijual dengan harga enggak masuk akal dan masih ada orang yang rela membelinya.
Faktanya, mentalitas panic buying kerap terjadi saat kita berada di bawah tekanan atau kepanikan, khususnya ketika kita mengantisipasi bencana atau kejadian buruk yang mungkin bakal melanda kita di masa mendatang.
Yuk, kepoin alasan orang-orang bisa sampai panic buying dalam situasi tertentu!
Faktor Emosional
Salah satu pemicu panic buying adalah pengambilan keputusan secara emosional, alih-alih logis.
Biasanya, kita cenderung mengambil keputusan secara logis dan mempertimbangkan berbagai faktor dulu sebelum berbelanja atau melakukan sesuatu.
Nah, sementara itu, dalam kondisi panik dan emosional, kita enggak dapat berpikir sejernih itu dan merasa enggak punya waktu untuk memikirkan kebutuhan kita atau penting enggaknya sesuatu yang akan kita lakukan tersebut.
Dalam hal panic buying, bisa jadi kita terdorong untuk impulsif ketika melihat orang lain kepanikan saat membeli sesuatu, lalu tersugesti untuk melakukan hal serupa agar kita juga enggak kehabisan stok barang yang diincar banyak orang.
Baca Juga: Sering Terjadi Saat Pandemi, Kenapa Orang Bisa Sampai Panic Buying?
Kecemasan Dini
Faktor lain penyebab panic buying adalah kecemasan antisipatif atau kecemasan dini.
Terkait panic buying selama pandemi, mungkin kita dihantui perasaan takut kalau suatu hari nanti kita enggak bakal kebagian masker medis, hand sanitizer, hingga susu beruang.
Padahal sebetulnya produksi barang-barang tersebut juga masih berlangsung seperti biasa.
Mentalitas Kelompok
Bukan enggak mungkin ada orang yang melakukan panic buying gara-gara pengaruh orang-orang di sekitarnya.
Naluri yang muncul ketika kita tersugesti oleh aksi orang lain, apa lagi dalam bentuk kelompok, membuat kita melakukan hal yang sama dengan mereka.
Akibatnya, kita jadi cenderung ikut-ikutan ketika sekelompok orang panik hendak memborong barang-barang yang dipercayai esensial untuk diri kita.
Mungkin juga kita mengenalnya sebagai fenomena fear of missing out (FOMO).
Baca Juga: Tanggapan IDI Tentang Penyakit Cacar Monyet yang Sudah Ada di Jakarta
Hal ini pun kerap dimanfaatkan oleh oknum 'jahat' untuk mengambil untung di tengah kepanikan banyak orang, misalnya mereka menyediakan stok barang tapi dengan harga yang sangat mahal.
Mereka paham, orang yang dalam kondisi panic buying bakal lebih sedikit mempertimbangkan perbandingan harga yang disediakan dengan harga normalnya.
Sehingga pada akhirnya barang tersebut tetap laku.
Inilah makanya kita jangan sampai panic buying ya, girls!
Untuk apapun itu, selalu pertimbangkan kebutuhan dan kemampuan kita dalam memiliki barang tersebut.
Yuk, jaga pikiran agar tetap logis di tengah situasi seperti sekarang ini.
Baca Juga: Kahiyang Ayu Kasih Kode Hubungan Adiknya, Kaesang Panik Diserbu Netizen
(*)
Source | : | Psychology Today |
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Salsabila Putri Pertiwi |
KOMENTAR