Sore itu, untuk pertama kalinya, aku membencimu. Selama ini kamu selalu ada untukku. Lalu, secara tiba-tiba dan tanpa aku tahu kenapa, kamu tiba-tiba tidak menjawab telpon, tidak menjawab pesan-pesanku, dan bahkan melarangku datang ke rumahmu.
Awalnya aku pikir, aku tidak akan apa-apa. Awalnya aku menekan kuat-kuat keinginanku untuk bertemu denganmu. Aku berusaha tidak menginginkan mendengar cerita-ceritamu tentang langit, hujan, dan pelangi lagi. Aku berusaha melupakan suara tawamu dan sentuhan tanganmu di kepalaku yang selalu bisa membuatku merasa nyaman. Aku berusaha tidak merindukanmu. Tapi, aku tidak bisa. Aku merindukanmu, semua tentang kamu. Jadi kuputuskan hari ini aku akan menemuimu. Harus.
Hujan. Aku menghentikan langkahku di anak tangga terakhir. Untuk sesaat aku hanya berdiri mematung menatapi hujan yang turun di hadapanku sebelum kemudian membuka tasku dan mengeluarkan jas hujan dari sana. Aku lantas menyumpalkan earphone di telingaku, menyalakan alat pemutar musik, dan menutupi kepalaku dengan penutup kepala jas hujanku. Aku mulai melangkah. Aku sudah siap menembusnya, menembus hujan.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR