"Hai, Shilla cantik..." sapa Bobby saat Shilla sedang berjalan keluar gerbang sekolah saat jam pulang telah tiba. Namun Shilla hanya diam dan masih berjalan dengan cepat.
"Shil, tunggu dong! Gue mau ngomong sesuatu," kata Bobby sambil menarik tangan Shilla dan memegangnya dengan kuat.
"Ngomong apaan, sih?" kata Shilla sambil menepis kasar tangan Bobby.
"Lo mau kan jadi cewek gue?" tanya Bobby untuk yang ke-sekian kalinya.
"Hello Bob, I'm bored to hear that. Udah deh, sana pergi!"
"Emang kurang gue apa, sih, Shil? Gue ganteng, keren, kaya, dan jadi inceran banyak cewek. Masak lo enggak mau sama gue?"
"What?! Handsome? Cool? And what? Hello... Open your eyes! You're not handsome and cool. Tapi ancur berantakan! Dan siapa sih cewek-cewek yang ngincer lo? Pada buta kali tuh mereka."
"Enggak usah pake bahasa Inggris, dong, Shil. Gue enggak ngerti," kata Bobby.
"Ya, up to you! Udah, gue mau pulang!" kata Shilla sambil melangkah menjauhi Bobby. Tapi lagi-lagi Bobby memegang tangannya. Kali ini lebih kuat, sehingga Shilla tidak bisa meloloskan diri.
"Lepasin!" perintah Shilla.
"Enggak! Gue enggak mau lepasin tangan lo sebelum lo nerima gue."
'Hadeeeh.... Nih manusia nyusahin gue aja. Gimana, nih, caranya gue bisa pergi dari sini?' kata Shilla dalam hati. Kemudian sebuah ide pun muncul di pikirannya, 'Enggak jelek-jelek amat. Semoga dengan kebego'annya dia jadi ngejauhin gue.'
"Bobby, sebenarnya gue enggak bermaksud nolak lo. Tapi lo itu enggak tahu rahasia gue," Shilla mulai berakting.
"Rahasia apa?" tanya Bobby penasaran.
"Tapi lo jangan bilang siapa-siapa, ya!" kata Shilla dengan muka meyakinkan.
Bobby pun hanya mengangguk seperti orang blo'on.
"Sebenarnya gue itu...."
"Kenapa?" tanya Bobby enggak sabaran.
"Gue...."
"Ya?"
"Gue itu enggak mau nerima lo gara-gara gue itu phobia sama cowok cakep. Kan lo bilang kalau lo itu cakep. Hueeek!" kata Shilla sambil menahan muntahnya. Kalau bukan karena terpaksa, dia pasti tidak akan bilang begitu.
"Oh ya?"
"IYA!"
"Tapi bisa sembuh, kan?"
"Enggak bisa! Udah deh, lepasin gue! Gue mau pulang. Ntar gue pingsan lagi. Lo tahu, kan, kalau phobia itu bisa bikin pingsan?"
"Iya, sih."
"Ya udah kalau gitu lepasin gue!"
"Tunggu dulu.... Eh, ada yang nelpon lagi," Bobby pun terpaksa melepaskan tangan Shilla. Tentu saja hal itu dipakai Shilla untuk kabur.
***
Keesokan harinya satu sekolahan heboh. Itu semua karena gosip kalau Shilla itu phobia terhadap cowok cakep. Dan hal itu tentu saja membuat mereka heran. Secara Shilla itu cantiknya enggak ketulungan, banyak cowok mulai dari yang ancur, pas-pasan, sampai yang keren mengincarnya. Tentu saja gosip phobia itu membuat para cowok keren itu satu persatu mengundurkan diri. Dan itu membuat Shilla sangat kesal terhadap Bobby. Ia yakin cowok itu yang sudah menyebarkan gosip ini.
Saat Shilla jalan di koridor sekolah, banyak cowok yang menghindarinya. Shilla sebenarnya kesal. Tapi mau bagaimana lagi? Ia hanya bisa pasrah dan menyesali senjata makan tuannya itu.
Untuk menghilangkan rasa sedihnya, Shilla pun duduk berselonjor di tepi koridor sekolah untuk menonton pujaan hatinya, Ray, yang sedang bermain bola basket bersama teman-temannya. Shilla rasanya sangat ingin meneriaki nama Ray, tapi ia terlalu gugup. Ia tidak berani. Oleh karena itu, ia pun hanya bisa menonton Ray dan mengagumi ketampanan Ray dalam hati.
'Oh my God. Kenapa dia begitu keren? Matanya memancarkan sinar indah, kulitnya putih, rambutnya rada-rada gondrong. Keren abis! Dia juga baik, pinter, tajir, suaranya keren gila kalau lagi nyanyi, jago main musik, jago main basket, punya motor keren. Aaah, betapa sempurnanya dia. Adalah sebuah kebahagiaan yang luar biasa kalau gue bisa ngedapetin dia,' kata Shilla dalam hati sambil terus memandangi Ray. Tapi saat sedang asyik-asyiknya ngeliatin Ray, Bobby malah mendekatinya.
"Hai, Shil!" sapa Bobby sambil tersenyum semanis-manisnya.
"Ngapain lo ke sini? Belum puas juga lo ngeliat gue kayak gini? Lo itu ember bocor banget, ya! Kan gue bilang jangan kasih tahu siapa-siapa. Tapi apa coba buktinya? Satu sekolahan tahu semua. Itu pasti gara-gara lo ngasih tahu ke mereka, kan ?!" bentak Shilla.
"He-eh? Enggak, kok, Shil. Gue cuma cerita sama satu orang, Angel. Enggak tahu, deh, yang lain tahu dari mana," jawab Bobby.
"Jadi itu kerjaannya Angel? Lo bego sih, ngasih tahu ke ratu gosip! Kayak gini kan jadinya?!" kata Shilla kesel.
"Ya, maaf, deh."
"Ya udah, pergi sana! Pengen muntah gue ngeliat muka lo!" usir Shilla.
"Tapi Angel nyuruh gue untuk ngedeketin lo supaya phobia lo bisa sembuh."
'What? Aaargh, sial! Pasti Angel sengaja. Dia enggak mungkin sebego itu, mau mempercayai omongan Bobby gitu aja. Gue dikerjain abis-abisan, nih! Pasti dia puas ngetawain gue sekarang,' kata Shilla dalam hati.
"Udah deh Bobby, lo pergi aja. Gue enggak mau dekat-dekat sama lo! Amit-amit," kata Shilla.
"Tapi Shil...."
"Pergi, enggak? Pergi!" usir Shilla lagi.
Ternyata suara Shilla terdengar oleh Ray yang masih bermain bola basket. Dan ia pun langsung melemparkan bola basket yang ada di tangannya ke kepala Bobby.
"Aduh, sakit!" kata Bobby sambil mengusap kepalanya.
Sementara itu Ray pun berjalan ke arah mereka berdua dan menghampiri Shilla.
"Lo enggak apa-apa Shil?" tanya Ray.
'OMG! Pangeran gue nyelamatin gue! Kayak di cerita dongeng aja. Romantis!' kata Shilla dalam hati sambil senyam senyum.
"Kok Shilla yang ditanyain, sih? Kan kepala gue yang kena bola basket lo!" protes Bobby.
"Gue enggak ada urusan sama lo. Udah, lo pergi sana! Lo itu udah gangguin Shilla, tahu!" kata Ray.
"Ha-ha-ha.... Rasain lo!" kata Shilla sambil tersenyum menang ke arah Bobby.
"Eh?"
"Kenapa? Mau gue lemparin lagi pake bola basket?"
"Enggak.... Enggak.... Enggak.... Oke, gue bakalan pergi," kata Bobby. Lalu ia pun pergi.
"Ma...makasih, ya, Ray," kata Shilla.
"Lo diapain sama Bobby?"
"Enggak ada, kok.... Enggak ada. Gue cuma malas aja kalau ketemu sama dia. Orangnya nyebelin banget!" jawab Shilla.
"Ooh...."
"Oh iya Ray, gue mau bilang kalau sebenarnya...."
"Shil, gue balik lagi, ya. Mau ngelanjutin main basket lagi. Daaagh...." kata Ray memotong omongan Shilla. Setelah itu ia pun mengambil bola basketnya dan kembali ke lapangan.
'Ray, gue belum selesai ngomong! Sebenarnya gue itu enggak phobia cowok cakep. Tapi cowok jelek. Makanya jangan ngehindar kayak gitu, dong. Muka lo yang ganteng itu enggak akan pernah ngebuat gue muntah kok. Ray.... Jangan tinggalin gue!' kata Shilla dalam hati sambil nangis bombay .
'Ini pasti gara-gara gosip itu! Makanya Ray ngejauhin gue. Padahal, kan, sebelumnya dia enggak pernah kayak gini sama gue. Awas aja lo Bobby, guee enggak akan pernah maafin lo!'
***
Setiap hari, Shilla pasti selalu duduk di koridor sekolah demi bisa melihat pujaan hatinya bermain basket. Begitu juga dengan hari ini. Namun hari ini Shilla tidak melihat batang hidung Ray sama sekali di lapangan basket, bahkan sampai jam istirahat berakhir.
Dan saat jam sekolah telah usai, Shilla memutuskan untuk langsung pulang. Ia berjalan di koridor dan melewati lapangan yang dijadikan oleh anak-anak cowok sebagai tempat untuk bermain basket. Tapi Ray masih tidak ada di lapangan itu. Yang ada malah si Bobby yang sok kecakepan. Shilla pun langsung buang muka karena eneg melihat muka Bobby.
'Satu hari tanpa ngeliat wajah Ray hampa rasanya,' kata Shilla lesu.
Sementara itu ternyata tidak jauh di belakang Shilla, Ray berjalan sempoyongan sambil memegangi kepalanya. Dan tidak sengaja Bobby yang masih bermain basket melihat Ray. Ia yang masih tidak terima kepalanya dilempari bola basket beberapa hari yang lalu oleh Ray pun berencana untuk balas dendam. Ia membidik kepala Ray, lalu ia langsung melempar bola basket itu.
"Aduh!" kata Ray sambil memegangi kepalanya. Ia langsung jatuh ke lantai.
Mendengar suara Ray, Shilla pun langsung menoleh ke belakang.
"Ray?" Shilla langsung menghampiri Ray.
"Ray, lo enggak apa-apa?" tanya Shilla cemas.
"Aduh, kepala gue sakit," kata Ray.
"Kalau gitu kita ke UKS aja, ya," kata Shilla. Ray pun hanya mengangguk.
"Lo kenapa Ray? Kok lemas banget? Memang lemparan Bobby tadi kuat banget, ya?" tanya Shilla pas mereka udah sampai di UKS.
"Gue belum makan dari kemaren. Terus tadi guru-guru yang ngajar hari ini pada sakit masal, jadi gue mutusin untuk ngerjain soal Matematika. Tahunya gue ketagihan dan lupa makan. He-he-he...." jawab Ray polos.
'Buset deh, ngerjain soal matematika sampe-sampe lupa makan? Berarti dari pagi sampe siang dia engstickr.com)
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR