"Terus, kenapa kamu bisa remedial?" Ega heran.
"Aku sengaja," lagi-lagi keempat orang ini memperlihatkan wajah bodoh melongo mereka, "Aku sengaja asal isi jawaban ulangan-ulangan kemaren biar aku remedial."
"Kamu sakit jiwa," cetus Alin meringis.
Aku hanya tersenyum tipis, "Cuma mau ngetes temen-temen aja."
"Dengan mempertaruhkan nilai ulangan kamu?!" seru Dea, "Itu namanya sakit jiwa!"
Aku tertawa, "Kalian beruntung punya sobat yang sebener-benernya sobat."
Wajah mereka lantas memberengut, "Maksud kamu?"
"Enggak lihat sekarang aku kehilangan temen? Eh, maksud aku 'pengikut'?" Mereka saling melempar pandang satu sama lain kemudian menggelengkan kepala. "Selama ini aku enggak punya temen ternyata. Mereka selama ini cuma bertemen sama aku karena kebutuhan mereka. Intinya aku enggak punya teman, apalagi sobat kayak kalian. Kalian walaupun rajin remedial, tapi kalian masih punya satu sama lain." Ega agak mendelik padaku ketika aku katakan mereka rajin remedial. Dea tersenyum mesem-mesem. Alin garuk-garuk kepala yang aku yakin tidak gatal. Hani menyahutku.
"Hmm, jadi, kamu sengaja ngejatuhin nilai kamu sendiri demi tahu siapa temen kamu sebenernya?" Aku mengangguk. "Enak bener yah jadi kamu, Fik. Mau dapet nilai yang gede, gampang. Mau nilai yang jelek, apalagi. Kita? Mau dapet nilai jelek, jagonya. Mau dapet nilai gede? Nunggu kiamat dulu, kali."
Sejurus tawa mereka berderai mendengar kata-kata Hani yang konyol. Aku pun tidak ayal ikut tertawa LEPAS untuk kali pertama.
"Kalian enggak sedih apa selalu remedial tiap ulangan?"
Ega menjawab, "Sedih, sih, sedih, Fik. Tapi, mau diapain lagi? Udah nasib kita. Kita udah berusaha semaksimal mungkin buat belajar, tapi mentok."
Stem Cell, Terobosan Baru Sebagai Solusi Perawatan Ortopedi Hingga Cedera Olahraga
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR