Deg.
Dua pertanyaan Gendis membuat jantung Briliantina mencelos. Ia enggak habis pikir Gendis melontarkan dua pertanyaan itu-pertanyaan yang membuatnya harus menjawab dengan jawaban yang enggak sekedar singkat atau apa adanya. Briliantina sadar betul ia enggak boleh asal menjawab.
"Sahabat menurutku segalanya, dong. Tempat berbagi suka dan duka. Tempat saling memahami, cermin untuk berkaca terhadap diri sendiri. Tempat aku mencari kritik dan saran, tempat bertanya kalau aku harus milih barang mungkin? Pokoknya banyak deh," terang Briliantina panjang lebar.
Gendis manggut-manggut. Ia mencoba memahami.
"Terus pertanyaanku yang kedua?"
Ditodong pertanyaan yang kedua, Briliantina agak ragu, ia melirik Gendis; ia tampak seolah-olah sedang menancapkan fondasi untuk sedikit melindungi diri kalau-kalau ia keliru menjawab.
"Tentu aja aku paham sahabat-sahabat aku, dong. Kamu aja yang baru tiga bulan gabung, aku udah mulai paham siapa kamu...."
Gendis menggeleng pelan seraya berkata, "Kamu enggak paham sahabat-sahabat kamu, Li!"
Ucapan Gendis terdengar tenang dilantangkan tapi maksudnya tepat sasaran-telak menohok Briliantina.
Tetapi bukan waktunya buat Briliantina untuk terhenyak lebih jauh, ia harus mencari tahu apa alasan Gendis berkata seperti itu.
"Maksud lo apa?"
Gendis tersenyum tipis condong menyerupai senyum skeptis mengejek. Itu membuat harga diri Briliantina lecet.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR