Boneka Gipsi

Astri Soeparyono - Sabtu, 05 Oktober 2013 | 16:00
 
Boneka Gipsi
Astri Soeparyono

Boneka Gipsi

Suara gesekan biola yang riang ditingkahi gelak tawa riang pengunjung Pasar Malam semakin jelas terdengar. Rachel bahkan bisa melihat kerlip lampu karavan-karavan gipsi juga liukan ujung api unggun besar yang menyala di tengah lapangan. Langkah-langkahnya semakin cepat dan bersemangat. Lagipula ia harus bergegas agar bisa menikmati keramaian Pasar Malam dengan leluasa sekaligus pulang tak terlalu larut. Bulan yang bergeser akan membuat bukit menjadi lebih gelap yang akan menyulitkan perjalanan pulangnya.

--

Rachel terpaku dengan bibir sedikit terbuka. Pemandangan Pasar Malam yang riuh kini terpampang di depan mata. Hingar bingar musik, seliweran pengunjung di antara karavan dan tenda warna-warni. Beberapa badut melintas dan muncul tak terduga mengagetkan pengunjung. Rachel menelan ludah melihat meja kecil yang penuh permen kapas warna-warni di salah-satu sudut Pasar Malam. Untunglah tadi ia sempat membawa dompet kecil tempat ia biasa menyimpan uang-uang koinnya.

Perlahan-lahan ia menyusuri pinggir perkemahan yang melingkar. Meski pengunjung Pasar Malam ini cukup ramai tetap saja ia tak ingin berpapasan dengan seseorang yang mengenalnya dan tertangkap basah berkeliaran sendirian. Hukuman yang akan diterimanya dari Nana bisa sangat berat dan membosankan. Dengan hati-hati Rachel melangkah menghindari kaleng-kaleng bekas cat yang bergelimpangan di rumput atau perabot milik para gipsi yang di letakkan begitu saja di belakang karavan mereka.

Sesosok tubuh tiba-tiba muncul dari balik tenda bergaris-garis biru di depannya. Seorang pemuda yang mungkin seumuran dirinya dengan banyak pisau yang tergantung pada sabuk kulit menatapnya dengan pandangan tajam menyelidik. Rachel membalas tatapannya dengan ekspresi terkejut. Pemuda tadi dengan matanya yang cokelat bening menatap gadis di depannya dari rambut hingga ujung kaki. Lalu bibirnya membentuk tarikan di sudut dan berlalu begitu saja tanpa berkata-kata. Rachel menatap kepergian pemuda itu dengan dada bergemuruh akibat terkejut sekaligus takut melihat kantung-kantung kulit berisi pisau di pinggangnya.

"Astaga Rachel...bisa saja ia cuma seorang pelempar pisau," bisiknya pada diri sendiri lalu tertawa kecil menertawai kebodohannya.

Diteruskannya langkah, ia ingin memulai petualangan ini dari tenda yang paling ujung. Tenda berwarna marun dan emas itu menarik hati Rachel. Gadis itu telah melihatnya tadi di kejauhan saat ia memasuki area Pasar Malam.

--

Di depan tenda yang ditujunya, Rachel masih berdiri terpaku. Tangannya tanpa sadar mengelus tenda marun dengan pinggir berwarna keemasan. Tenda yang berdiri sedikit menjauh dari tenda-tenda lainnya ini sungguh berbeda. Rachel tak mengerti bagaimana bisa beledu yang selembut dan setebal ini bisa dijadikan tenda.

"Kamu yang berdiri di depan, masuklah!" Suara perempuan terdengar dari dalam tenda. Rachel menoleh ke samping kanan-kiri memastikan dirinyalah yang dimaksud.

"Iya, kamu, Gadis Kecil," suara dengan logat gipsi dan aksen Eropa Timur itu kembali memanggil.

Sosok perempuan peramal dengan gaun penuh sulaman bunga-bunga kecil dengan warna cerah menyambut Rachel yang memasuki tenda. Rambut panjang yang gelap dan ikal tertutup sebagian oleh syal berwarna merah. Bibirnya disapu warna merah yang sewarna dengan cat kuku di jemari tangannya. Perempuan itu tersenyum.

Editor : CewekBanget



PROMOTED CONTENT

slide 4 to 6 of 9

Latest