***
Hari Senin. Uapcara bendera kembali dilaksanakan. Peserta upacara tidak begitu antuisas mengikuti jalannya upacara, terlebih matahari bersinar terlalu terang hari itu. Hingga sampailah pada ritual yang paling membosankan bagi Rayya. Penerimaan hadiah dan piala bagi siswa berprestasi yang berhasil memenangkan lomba. Baginya suatu hal yang mustahil untuk dapat maju ke tengah lapangan sana, menerima piala dan mendapat ucapan selamat dari bapak ibu guru. Terlihat Waka Kesiswaan, Pak Sanjaya tengah mengumumkan nama-nama siswa berprestasi beserta lomba yang diikuti. Segera siswa-siswa yang tercantum namanya menuju ke tengah lapangan. Termasuk Gandhi, kali ini dia menjuarai lomba karya ilmiah yang dilaksanakan oleh salah satu universitas terkemuka di Indonesia.
Namun tiba-tiba nama Rayya dipanggil. "Rayya Fauzia Nurmala, kelas XI IPA 3, Juara 1 Lomba Cipta Cerpen Remaja Tahun 2012! Silahkan kepada saudara Rayya untuk menuju ke tengah lapangan."
"Rayya! Kamu juara lomba cerpen! Selamat yaaa!!!" Ivany langsung memeluk Rayya. Namun dia tak percaya apa yang baru saja Pak Sanjaya katakan. Kapan dia ikut lomba cerpen?
Dengan penuh keheranan, Rayya menuju ke tengah lapangan. Dia mendapat tempat di samping Gandhi. Kenapa harus di samping Gandhi, batinnya.
"Selamat ya!" ucap Gandhi. Wajahnya sumringah, bibirnya membentuk sebuah senyuman. "Aku udah pernah bilang, kan, kalo kamu punya bakat nulis. Ternyata memang bener, buktinya dapet juara 1."
"Makasih, Ndhi," balas Rayya dengan kikuk. "Tapi, aku enggak pernah ngirim cerpenku ke lomba apa pun. Semua cerpenku kan ada di.... Oh My God! Flashdisk-ku!"
Gandhi tersenyum sekali lagi. Dia lalu mengeluarkan benda kecil berwarna putih itu dari saku celananya. "Ini flashdisk-mu. Makasih, ya. Maaf baru aku kembaliin sekarang."
Rayya menerima benda itu dari tangan Gandhi. Dia ingat, seminggu sebelum putus, Gandhi meminjam flashdisk-nya. Dia tidak menyangka cowok itu....
"Oh ya, mulai sekarang enggak perlu minder, ya. Setiap orang punya keahliannya masing-masing, kok. Termasuk kamu," lanjut Gandhi. Rayya benar-benar malu. Duh, Pangeran Rumus itu, mungkin aksi melupakannya akan dia batalkan saja.
***
(Oleh: Naisa 'Aqila, foto: kootation.com)
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR