Sepuluh Kutukan Dawet Ayu

Astri Soeparyono - Sabtu, 27 Juli 2013 | 16:00
 
Sepuluh Kutukan Dawet Ayu
Astri Soeparyono

Sepuluh Kutukan Dawet Ayu

"Warnanya cokelat gula jawa, terus ada cendol hijaunya. Enak banget menurutku, apalagi kalau ada sari durennya," jawaban Riska membuatku semakin lemas saja. Apalagi, perasaan benciku terhadap Bagas sudah memuncak lagi sekarang. Ingin rasanya kutendang bokong dan muka jeleknya.

"Well, aku memang telah tidak sengaja meminumnya di rumah Bagas tadi," kataku parau, tapi aku menekankan nadaku pada kata "tidak sengaja". Kelima sahabatku menepuk-nepuk pundakku.

"Selamat menikmati hari-hari Anda yang penuh dengan kutukan!" ujar mereka berbarengan. Aku tersenyum kecut mendengarnya.

Sekarang aku tahu, tanpa sadar aku telah menjalani kutukan nomor 1 dan 2, makan pizza dan es krim gratis. Kemudian tumbuh jerawat besar di hidungku, dan sebentar lagi bakal ada kutil di bawah mataku. Dan aku tak sanggup mengingat kembali kesepuluh kutukan itu. Seandainya aku tak pernah membuat kutukan ini, seandainya aku tak pernah bertemu peramal itu, seandainya aku tak pernah membuat perjanjian konyol itu, seandainya aku tahu wujud dawet, seandainya semuanya tidak hanya seandainya.

Tapi setidaknya aku berpikiran waras sekarang. Aku harus mencintai diriku sendiri sebelum mencintai orang lain. Dan sebelum aku mencintai Indonesia, aku harus dulu mencintai Banjarnegara. Dan sekarang aku tahu ternyata dawet ayu itu rasanya enak dan tidak kampungan. Tapi tetap saja kutukan ini menghantuiku.

"Kutukannya hanya berlaku pada bulan Desember ini saja, kan?" tanyaku akhirnya.

Kelima sahabatku mengangkat bahu bersamaan. Entah kenapa tubuhku gemetaran lagi. Oh My God, aku benar-benar tak ingin menghabiskan sisa hidupku dengan kutukan ini. Apalagi orang yang kubenci sekarang itu Bagas, yang benar saja dia bakal jadi pacarku.

(Oleh: Titi Setiyoningsih, foto: imgfave.com)

Editor : CewekBanget



PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular