"Tapi kan kamu bentar lagi kuliah, kita sudah bukan anak SMA. Kamu enggak harus ikut mereka, kan? Kamu sudah dewasa. Itung-itung belajar mandiri. Iya, enggak?"
Indah mengangguk tapi tidak Sheera. Gadis itu terlihat diam. Sedari tadi dia hanya mendengarkan teman-temannya.
"Iya tapi aku ini, kan, anak cewek satu-satunya. Mama enggak mau aku jauh. Kalo Abangku karena sudah masuk kuliah, ya bakal lanjut."
"Nah itu ada Abangmu. Jadi kamu, kan, enggak sendiri, ada Abang kamu," kata Windy menggebu.
"Yee...sudah dibilang karena aku anak cewek sendiri. Mama enggak mau ninggalin aku sama Abangku. Kalian tahu Abangku kayak apa."
Indah murung. Rupanya bukan dia saja yang sedang punya masalah. Meski sulit mengikuti keinginan Papanya tapi setidaknya dia masih punya teman-temannya yang terus mendukung.
"Kalau aku, sih, enggak bakal pergi-pergi. Aku enggak mau ninggalin kalian. Selama ini cuma kalian temanku, kalian yang tahan dengan tingkahku yang nyebelin. Kalian the best pokoknya," kata Windy hampir menangis.
"Ih, kok ngomongnya gitu. Kamu enggak nyebelin, kok, cuma sering bikin gemes aja. Ya, enggak Fin, Sheer?" tanya Indah.
Windy menahan tangisnya. Sebagai anak satu-satunya, dia terlalu dimanja. Itu yang membuat tingkahnya sering menyebalkan. Itu juga yang membuat banyak temannya pergi meninggalkannya. Mereka enggak tahan dengan kelakuan Windy yang suka semaunya sendiri. Fina merangkul Windy yang duduk tepat di sampingnya.
"Sheer, kok kamu diem aja sih dari tadi?" tanya Windy.
Sheera yang sedari tadi ternyata sedang melamun hampir terlonjak. Ketiga temannya memandang ke arahnya. Bibirnya bergetar. Berteman dengan Fina, Windy dan Indah adalah hal terindah dalam hidupnya. Mereka bukan hanya teman, mereka adalah sahabat. Selama ini di antara mereka berempat Sheera memang terkenal paling pendiam. Karena mereka bertiga juga Sheera bisa ikut liburan ini. Tadinya Sheera menolak tapi ketiga sahabatnya itu memaksa.
"Iya, nih, Sheera, dari tadi kok diem aja? Jangan-jangan kamu kerasukan roh laut, soalnya tadi melamun di pinggir karang?" tanya Indah serius.
"Ih, apaan sih Indah, hati-hati kalo ngomong," protes Windy.
Sheera memandangi sahabatnya satu persatu. Liburan yang sudah mereka rencanakan jauh-jauh hari ini hampir saja batal karena uang yang ditabungnya terpaksa diambil untuk keperluan adiknya. Adiknya harus melunasi uang sekolah agar bisa ikut ujian.
"Aku..."
"Kamu sakit? Jangan-jangan kamu masuk angin?" tanya Fina.
"Iya, tadi malem, kan, anginnya lumayan kenceng, dingin. Trus Sheera pagi-pagi sudah bangun, mangap-mangap di atas karang," lanjut Indah.
Windy mencubit lengan Indah, membuat gadis itu meringis kesakitan. Sheera tersenyum melihat polah sahabat-sahabatnya itu. Dia masih muda, masa depan masih panjang meski dia sendiri tidak yakin dengan hidupnya di masa mendatang. Dia tak mau berangan.
"Aku enggak melanjutkan kuliah," katanya pelan.
Ombak kembali menerjang karang, lebih keras. Matahari yang semakin tinggi membiaskan warna pada lautan. Keempat sahabat berangkulan erat di atas karang. Tak tahu apa yang ada di depan, tak ingin menjanjikan sebuah kenangan yang indah juga persahabatan mereka berpelukan erat.
I will not promise you an everlasting friendship but I'm here today so let's just see where it leads.
Kalimat yang saat ini memenuhi kepala keempat gadis itu tanpa sedikit pun terucap.
***
(oleh: rina tri lestari, foto: imgfave.com)
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR