Mungkin, kini Tuhan sedang mengabulkan semua doaku. Ya, aku buta. Aku kini tak akan pernah melihat lagi makhluk-makhluk menyeramkan itu. aku kini tak akan pernah melihat lagi pertanda kematian orang lain. Aku kini akan hidup tenang, damai, walau hanya hitam yang menghiasi hari-hariku.
***
Kemarin
Di lalu lalang kota Jakarta yang begitu ramai. Aku sendirian mengendarai sepeda motor bututku. Map-map tebal aku simpan di tas yang terdiam rapi di punggungku. Map-map itu adalah map lamaran kerjaku. Kini aku harus segera mendapatkan pekerjaan. Umurku sudah 22 tahun. Sarjana sudah menjadi gelar baruku. Malu jika aku masih saja duduk nganggur di rumah dengan hanya mengandalkan gaji Papa.
Di jalan, aku kencangkan ikat kucirku, aku rapikan kaos oblong merah gombrang dan aku ikat tali sepatu. Aku sudah siap dengan hari ini. Ketika aku sedang ngebut mencari lokasi tempat aku harus melamar, hmmm, tiba-tiba sebuah tangan mengelus pipiku. Tangan itu berasal dari makhluk yang kini duduk di belakangku. Anak kecil. Ya, anak kecil perempuan kurus pucat. Dia berkata padaku, "Kak, kakak tolong anterin saya ke sekolah, ya! Ibu saya jahat Kak, ibu saya enggak mau nganterin saya ke sekolah. Anterin saya Kak!" anak itu berbisik begitu lembut di telingaku. Aku kaget. Aku hilang kendali.
Kemarin, adalah hari yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Hari yang menjadi hari akhir aku hidup sebagai seorang indigo.
Aku banting stir motor ke kiri. Salah, motor menabrak trotoar dan sebuah gerobak sampah. Aku terlempar dari motor, aku sempat melayang beberapa detik, kepalaku menabrak sebuah tiang, aku jatuh, aku tumbang. Dan terakhir, sebuah batu yang ukurannya tidak begitu besar dan tidak terlalu kecil, tak tahu darimana asalnya, jatuh, menimpaku, pas, membentur mataku.
Itulah, kejadian kemarin. Kejadian yang membawaku ke rumah sakit ini. Kejadian yang membawaku ke akhir penderitaanku. Aku kini buta. Tak ada lagi hantu-hantu dan penampakkan yang bisa aku lihat. Walau hanya hitam, tapi kini kedamaian sudah aku miliki. Tapi tunggu, aku mendengar sesuatu.
"Kakak, ini aku kak...Kakak kenapa enggak nganterin aku ke sekolah? aku di sini Kak, di sebelah Kakak. Kalau Kakak tetap tidak mau mengantarku, aku akan tetap di sini bersama Kakak," bisik seorang anak kecil. Diam. Aku terdiam. Aku menelan ludah. Aku tak bisa melihatnya. Tapi, aku masih bisa mendengar, merasakannya. Semua itu. mimpi buruk itu, ternyata belum sepenuhnya terlepas dan binasa dariku. Aku. Apa aku masih bisa dibilang seorang indigo?
"Aaaaarrrggghhh!" aku menjerit sejadi-jadinya.
***
Oleh: Aldilani Disa W
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR