"Mmm..mmh..Sumpah nih cokelat enak banget. White chocolate-nya kerasa banget. Mengena di lidah, mengena di hati."
"Dasar chocoholic! Nih aku kasih lagi..." Diego ngulurin tangannya sambil tersenyum ramah. Uh, cool banget1
"Ya ampun, kamu baik banget deh. Makasih ya..." Lidya dengan sumringah menerima coklat pemberian sang pacar.
"Tapi entar bayar ya..." Diego tersenyum licik, "Satu cokelat satu ciuman."
"Mau coba ngerasain mandi pakai cokelat puanaas banget ya?" Lidya melotot ala vampire haus darah.
"Boleh-boleh saja. Asal kamu yang mandiin. Hahahaha..." jawab Diego yang langsung disambut cubitan bertubi-tubi oleh Lidya.
"Ampun..ampun...cuma bercanda kok. Hahahahaa...." Diego meringis kesakitan sambil tetap tertawa. (Gimana caranya coba?)
"Bercanda kamu garing banget sih. Aku marah nih," Lidya pura-pura ngambek.
"Ya...jangan ngambek dong, Say..Nih aku kasih cokelat lagi. Mauuu?"
"Mauuuuu...lagian siapa yang ngambek?"
"Tengkyu ya..."
***
Lidya memutar kenop pintu di hadapannya dengan sangat hati-hati kemudian menjulurkan kepalanya.
Huff. Aman....clear...
Perlahan dilangkahkannya kaki memasuki ruangan. Dengan mengendap-endap agar tidak berisik, Lidya menghampiri meja cokelat di pojok ruangan. Lantas ia tampak sibuk mengacak-acak tumpukan buku di atas meja itu.
"Nah ini dia...Yes! Akhirnya dapat juga...." Lidya mengacungkan majalah di tangannya sambil bersorak gembira. Sedetik kemudian ia sadar dan segera menutup mulutnya. Lidya bergegas merapikan meja cokelat dan keluar dari ruangan.
Hmm...Mission accomplished....
Lidya segera masuk ke kamarnya dan mengunci pintu. Dibalik-baliknya majalah yang berkoverkan Nadia Saphira itu. lidya tertarik dengan satu Quiz Box yang berjudul 'SUDAHKAH KAMU MENYENANGKAN SI DIA? APA YANG SUDAH KAMU PERBUAT UNTUKNYA? Lidya mengerutkan keningnya, tanda ia sedang berpikir.
"Apa yang sudah aku lakuin buat Diego? Apa ya??"
Lidya kembali melanjutkan melahap isi Quiz Box tersebut.
Girls, cowok pun senang, lho, kalau kita bikin dia senang. Lagipula enggak ada salahnya kan, kita melakukan hal-hal yang menyenangkan sang pacar. Sehingga dia merasa wajib untuk memperjuangkan kita (ciee...). Kaku si dia terus-terusan yang berusaha menyenangkan kita, bisa-bisa dia bosan dan, minta putus.
Nah saatnya kita introspeksi diri, sudahkah kita menyenangkan dia?
Tandai ya atau tidak, sesuai dengan yang pernah kita lakukan. Terus, hitung berapa banyak kita jawab ya.
1. Meneleponnya pagi-pagi dan mengucapkan selamat pagi.
Enggak pernah...Biasanya Diego yang nelepon duluan.
2. Mengirim SMS: "Met malam en met bobo ya. Say."
Enggak pernah...Biasanya Diego yang ngirim sms duluan.
3. Datang pagi-pagi ke rumahnya sambil membawa hadiah di hari ultahnya.
Enggak pernah... Pagi-pagi kan aku masih ngantuk banget.
4. Selalu hadir setiap kali dia tanding atau manggung.
Enggak pernah...Aku kan banyak les, mana sempat.
5. Membuatkan makanan dan minuman untuknya.
Ah..ini sih pernah. Waktu itu kan Diego aku buatin segelas cokelat hangat.
6. Memberi dia seikat bunga "Nih, Say, untuk kamu. Makasih karena telah member warna-warni indah dalam hari-hariku.
Enggak pernah...Malu ah!
7. Muji dia; "say, aku orang keberapa yang bilang kalo kamu tuh cakep banget?" atau "Say, kamu baik banget deh!"
Pernah dong....Diego kan emang cakep dan baik banget.
8. Ngehibur dia waktu dia sedih.
Keyaknya Diego enggak pernah sedih deh. Dia ceria terus di depan aku.
9. Minta maaf duluan waktu dia lagi berantem.
Enggak pernah...Gengsi dong!
10. Hangout bareng ama si dia dan teman-temannya.
Enggak pernah...Malez ah!
"Hmm..Oke...sekarang cek skore."
Di bawah 4:
Wah...Gawat banget nih!
Kita jarang bangeeeeeet ngelakuin hal-hal yang menyenangkan pacar. Padahal dia berusaha keras buat nyenengin kita. Pepatah bilang, "Apa yang kita ingin orang lain, lakukanlah terlebih dahulu. "Jadi jangan mau dimanja dan disayang dong, itu enggak adil buat dia. Tunjukin kalau kita juga sayang sama dia dengan cara melakukan hal-hal yang dia senang. Kita enggak mau kan kalau harus kehilangan dia? So, fight for him, Make him smiles, girls."
Untuk beberaoa saat Lidya masih memandangi majalah di hadapannya, hingga sebuah suara yang taka sing lagi di telinganya terdengar dari balik pintu.
"LIDYA...KEMBALIIN MAJALAH AKU!" teriak Kak Lala.
***
Lidya memandangi N70-nya. Dia sedang menunggu telepon dari seseorang, tapi HP-nya tak kunjung juga berbunyi.
"Hmm...Sudah tiga hari Diego enggak nelepon aku, Apa jangan-jangan...." Lidya tak melanjutkan kata-katanya. Pikirannya melayang pada Quiz Box yang tempo hari dia baca. Kemungkinan itu bisa aja terjadi kan? Dan sekarang apa yang bisa ia perbuat? Lidya menatap sedih HP-nya yang merupakan hadiah ulang tahun dari papanya dua bulan yang lalu. Perasaan bersalah seketika menggerogoti hatinya.
Kamu kenapa Diego? Batinnya.
***
Lidya mengaduk-aduk nasi goring di piringnya. Terdengar suara sendok dan garpu diadu. Matanya tertuju pada gerobak penjual Teh Poci, tapi pikirannya terbang melayang-layang.
Ditha, sohibnya menyadari kejanggalan ini. Padahal biasanya Lidya teriak-teriak enggak jelas kayak orang gila, jalan-jalan ke sana-sini atau foto-foto dengan menjunjung tinggi asas kenarsisan. Hari ini malah dia diam kayak patung. Aneh kan?!
"Lid, kamu lagi sakit gigi ya?" Ditha mencoba menanyakan perihal kejanggalan tersebut, tapi Lidya tetap diam seribu bahasa. Bahkan dia tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan,
"Lid..."Ditha menyenggol lengan Lidya. Akibatnya Lidya menyenggol gelas berisi susu cokelat di dekat piringnya hingga tumpah dan membasahi rok abu-abunya.
"Eh. Sori, Lid." Ditha segera mengambil tisu dari kantong roknya dan menyerahkannya pada Lidya.
"Enggak apa-apa kok," Lidya segera mengelap roknya.
"Sebenarnya kamu kenapa sih? Kamu cerita dong ke aku," Ditha kembali bertanya setelah insiden kecil tadi teratasi.
Akhirnya mengalirlah semua cerita dari mulut Lidya. Muali dari Quiz Box yang tempo hari dia baca sampai tentang Diego yang sudah tiga hari enggak nelepon.
"Jangan negative thinking dulu dong, Lid, Emang kamu sudah coba telepon dia?"
"Sudaah, cuma sekali sih, tapi enggak diangkat."
"Ya ampun, Lid. Ya iyalah enggak diangkat, kali aja dia lagi sibuk, masa nelepon cuma sekali abis itu langsung give up. Gimana sih?"
"Ya mana aku tahu. Makanya aku cerita ke kamu, supaya kamu bisa kasih tahu apa yang harus aku lakuin."
"Lidya...Lidya...Kamu sudah pacaran setengah tahun tapi masih betul-betul buta romantis dan hal-hal semacamnya ya..."
"Apaan sih?!"
"Ake heran deh. Kamu tahunya cokelat mulu. Jangan-jangan otakmu di banjiri coklat kali ya?"
"DITHA..."
***
Berkat suruhan Ditha, Lidya akhirnya pergi ke rumah Diego demi mendapatkan penjelasan atas rasa penasarannya selama ini. Dengan Lidya memencet bel rumah tersebut. Rumah Diego sudah lama banget enggak dia datangin, berkisar lima bulan. Jantungnya serasa mau copot. Gimana kalau Diego menolak untuk bertengkar dengannya? Pikirannya kalut, hatinya kacau.
Lima menit kemudian, pintu terbuka. Di balik pintu tersebut muncul wajah dan seseorang yang sudah tiga hari ini dia rinduin. Diego.
"Lidya? Tumben datang ke sini? Masuk!" Diego segera mempersilakan Lidya masuk. Rasanya lega, ternyata segala sesuatunya tak seperti yang dia bayangkan sbelumnya.
"Ada apa, Say?" Diego bertanya ramah kepada Lidya sebelumnya mengajaknya duduk dan menyuruh Mbok Inah membuatkan double milkshake cokelat, kesukaan Lidya.
"Ake kangen banget sama kamu."
Diego hampir tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.
"Kok tiga hari ini kamu enggak ngehubungin aku sih? Terus aku telepon kok enggak diangkat?" Diego mencerna setiap kata yang terlontar dari mulut Lidya. Abis baru pertama pacarnya itu ngomong kayak gitu. Setelah tahu kalau itu bukan mimpi dan dia gak salah dan Diego tersenyum ramah pada Lidya. Uh, bener-bener cool banget...
"Sori ya, Say, akhir-akhir ini aku banyak tugas. Aku janji deh enggak bakal kayak gini lagi."
Gentian Lidya yang tersenyum.
"By the way, tugas apaan?" Lidya mengalihkan pembicaraan untuk menutupi groginya.
"Aku disuruh bikin makalah tentang fairy trade gitu. Aku sampai ketimpungan cari bahannya. Boro-boro dapat, arti fair trade saja aku belum tahu. Parah banget kan? Makanya aku pusing banget nih." Diego menuturkan masalahnya.
"Fair trade? Kayaknya aku tahu deh. Hmm...Oh iya! Seingat aku, Make Trade Fair itu kan suatu organisasi yang bertujuan buat mendapatkan kesejajaran dalam perdagangan internasional, supaya tercipta keadilan bagi semua orang. Banyak para pekerja yang menghasilkan bahan dasar seperti beras, kopi, dan cokelat rugi besar karena hasil kerja mereka dibeli sama produsen dengan harga sangat murah. Tapi produsen menjual barang tersebut dengan harga yang cukup mahal. Indonesia adalah penghasil cokelat ketiga terbesar di dunia, tapi entah kenapa petani coklelat dari Indonesia yang sukses. Enggak hanya di sini, hal ini juga terjadi di negara lain. Atas dasar inilah dilakukan fair trade, supaya petani cokelat bisa ikut menikmati hasil kerja keras mereka. Dengan kata lain mereka ngedapetin haknya dengan rata dan adil. Aku pernah baca tuh di beberapa buku dan majalah. Entar kalau kamu mau, aku bawain deh."
Diego mengangguk setuju. Sebenarnya dia enggak terlalu nangkap apa yang dibilang Lidya tadi, habis Lidya ngomongnya kenceng banget kayak kereta api, tapi dia senang akhirnya dapat juga bahan untuk tugasnya.
"Kayaknya kamu tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan cokelat ya...
Hahahaha...."
***
"Nih..."Lidya meletakkan tumpukan buku yang dibawanya di meja, kemudian dia menghempaskan tubuhnya di sofa, di samping Diego.
"Makasih ya, Say. Aku enggak kebayang kalau kamu enggak bantuin aku."
Hening beberapa saat hingga akhirnya Lidya memulai pembicaraan.
"Tahu enggak, aku tuh ngerasa kehilangan banget waktu kamu enggak ngehubungin aku selama tiga hari, aku kangeeen banget sama kamu. Aku pikir kamu marah sama aku..."Lidya menundukkan kepalanya dalam-dalam. Mukanya merah kayak kepiting rebus.
"Marah? Kenapa?"
"Selama ini kamu selalu baik sama aku, kamu selalu berusaha nyenangin aku. Tapi aku enggak pernah ngelakuin hal-hal yang nyenangin kamu, aku enggak pernah nelepon atau sms kamu untuk ucapin met pagi en met malam, aku jaraaang banget hadir kalau kamu tanding futsal, terus aku juga enggak pernah hang out bareng kamu dan teman-teman kamu. Aku ini pacar yang gak bisa kamu andalin. Tapi satu hal yang harus kamu tau, aku sayaaaaaaaaaang banget sama kamu. Aku enggak mau kehilangan kamu." Ucap Lidya lirih.
"Lid, bukan berarti kamu ngelakuin hal-hal kayak yang kamu bilang tadi aku bakalan senang. Aku sudah cukup senang dengan hanya dengerin suara kamu tiap hari, mandangin kamu yang semangat banget makan cokelat dan lihat senyum kamu. Bagi aku, kamu cewek paling baik dan paling bisa aku andalin. Buktinya kamu nolonginaku cari bahan buat tugas aku. Jadi, kamu jangan pernah berpikiran kayak gitu lagi ya...Just be yourself...dan yang terakhir, aku juga sayaaaaaang banget ama kamu."
Lidya tak dapat membendung air matanya yang sedari tadi sudah mendesak keluar. Akhirnya Lidya menumpahkan semuanya dalam pelukan Diego yang amat sangat dia sayangi dan juga amat sangat menyayanginya.
***
Oleh: Sarah Margareth Siregar
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR