"Ya, biasanya anak SMA tuh sukanya motret teman-temannya gitu. Bukan orang ngayak beras, panen kopi, atau beli bunga di bawah pemakaman."
Gadis itu tertawa renyah. "Biasanya aku juga motret teman-teman, kok," ujarnya. "Tapi kan kali ini aku buat foto untuk kampanye Make Trade Fair, jelas beda dong."
"Trade Fair, gerakan yang mengusahakan kesejajaran di bidang perdagangan internasional," jawab suara melengking di belakang kami. Aku terlonjak kaget.
"Tyllan, bikin kaget saja!" tegur Milane, sementara anak SMP itu duduk di sebelahnya, terkikik geli.
"Habis kalian mesra banget," goda Tyllan, lalu berbalik menatapku. "Milane mau ikut kampanye itu karena prihatin sama kesejahteraan petani. Sok deh," cibirnya.
"Enggak juga," aku membela, "Bagus banget ada gerakan kayak gitu. Pamanku petani kopi tapi dia enggak kaya gitu, mungkin emang sudah waktunya diadain kampanye macam itu. Jelasin lebih banyak dong!"
Tanpa kuduga-duga, kakak beradik itu menanggapi permintaanku dengan antusias (padahal barusan Tyllan sempat mengejek Milane). Mereka bercerita tentang perdagangan internasional, yang selama ini dibilang bagus, pada kenyataannya hanya menguntungkan negara maju. Sementara di sisi lain, banyak negara yang malah makin miskin karenanya. Bahkan Tyllan, yang setidaknya lima tahun lebih muda dariku, mampu menjelaskan bahwa sampai sekarang, masih banyak sekali petani penghasil barang dasar seperti kopi, cokelat, teh, bahkan susu, yang belum mendapatkan bayaran yang layak atas barang yang mereka hasilkan.
"Sementara itu, "Milane menambahkan berapi-api, "Perusahaan yang mengolahnya semakin tahun semakin untung karena menjual pada konsumen dengan harga tinggi. Nah, Make Trade Fair bertujuan memperjuangakn keadilan bagi para petani, agar mereka labih makmur."
Aku tercengang, sama sekali tidak menyangka bahwa di balik wajah mereka yang kekanakan, Milane dan Tayllan memiliki wawasan begitu luas. Semua yang mereka katakana sama sekali belum pernah kudengar sebelumnya. Mereka tahu dari mana sih?
"Halo? Kamu masih disini?" Milane menggoyang-goyangkan tangannya di hadapanku, menyadarkanku dari lamunan.
"Kami jelasin susah-susah kok malan ngelamun, sih?" gerutu Tyllan.
"Ah, enggak. Aku cuma mikir, kalian hebat banget bisa tahu hal-hal kayak gitu."
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR