Milane menyodorkan selembar uang seribuan dan dua keping lima ratusan. "Sori banget, ya. Tapi...kamu juga sih ajakin aku ngobrol, kan jadi lupa," katanya tak mau kalah. Wah, dia sudah enggak memanggilku "Mas".
"Iya deeeh..." aku memasukkan uang itu ke laci, dan teringat sesuatu...Kubuka folder Milane di computer. Isinya tiga foto yang kemarin. "Aku sudah lihat foto-fotomu, lho. Lumayan juga. Kamu bikin sendiri?"
"Iyalah!" jawab Milane bangga. Dibukanya salah satu foto. Tampak Aleene mengenakan baju lusuh, sedang mengayak beras. Di bawahnya Tyllan berjongkok, bermain dengan ayam yang memakan beras jatuh. Kalau melihat hasilnya, foto itu pasti diambil jauh dari atas mereka.
"Ini aku ambil dari atas pohon," ujar Milane. "Aku sengaja motret beberapa daunnya, biar ketahuan kalau aku membidik dari pohon jambu." Milane menunjuk dedaunan di sudut kiri atas foto.
"Hmm...jadi candid, ya?"
"Ya enggaklah! Mana mau Aleene pakai baju begitu. Aku emang suruh mereka acting senatural mungkin. Bagus kan?"
Banget, pikirku. Tapi karena gengsi aku cuma bilang, "Lumayan."
Milane membuka foto selanjutnya. Yang ini berobjek ibu sedang memetik kopi sambil menggendong balita. "Ini kuambil di kebun kopi pinggir kota," kata Milane, menjawab dengan tepat pertanyaan yang belum kuajukan. "Kalau ini murni candid. Omong-omong, kamu pernah ke sana?"
"Belum, " jawabku. Biasanya kami mengambil lokasi di hutan yang letaknya berlawanan arah dengan kebun kopi. Lagipula, jalan ke kebun kopi itu berliku-liku, terkenal rawan dan berbahaya. Kudengar beberapa bulan yang lalu ada kecelakaan di sana, semua korbannya tewas. Uh, aku enggak mau membahayakan nyawa hanya demi memotret di sana, terima kasih. Masih banyak tempat bagus lainnya.
"Coba ke sana, deh. Banyak tempat bagus, lho. Kayak ini..." Milane membuka foto terakhir, di mana Aleene sedang tawar menawar (kelihatannya begitu) dengan seorang penjual bunga. "Ini kuambil di toko bungan di bawah pemakaman yang di belakang kebun kopi," Milanee berkata rinci.
"Kok objekmu aneh-aneh, sih?" celetukku.
Milane tampak bingung. "Mananya yang aneh?"
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR