Kalau dilihat sekilas, negara plura atau heterogen seperti Indonesia sepertinya lebih merugikan dibanding negara homoge.
Soalnya kalau homogen (homogen) kemungkinan untuk timbulnya konflik akibat perbedaan jadi jauh lebih kecil. Enggak mudah diadu domba.
Mungkin benar. Tapi bukan berart negara homogen selalu lebih mudah dan lebih menguntungkan, lho.
Kita bisa mengambil contoh dari Korea Selatan, negara yang homogen dalam hal etnis atau suku bangsa.
Menurut data Wikipedia, Korea Selatan adalah negara yang homogen karena 96% penduduknya adalah etnis Korea (Korean).
Hal ini juga membawa dampak negatif terhadap kehidupan masyarakatnya, lho.
Apa aja?
(Baca juga:
)Punya standar atau persepsi yang lebih 'sempit'
Sejak kecil, orang Korea hanya mengenal satu rasa atau satu etnis, sehingga standar mereka akan, kecantikan misalnya, juga sangat sempit.
“Aku rasa Korea Selatan memiliki definisi yang sangat ketat dan sempit soal kecantikan, karena kami masyarakat dengan etnis yang homogen, sehingga semua orang tampak sama,” papar Joo Kwon, pendiri JK Plastic Surgery Center di Korea.
Hal ini menyebabkan Korea menganggap orang yang cantik atau cakep itu adalah hanya orang yang punya kulit putih pucat seperti porselen dan rambut yang lurus atau sedikit bergelombang.
Jadi, kalau ada orang yang warna kulitnya lebih gelap, atau pun rambutnya ikal/keriting, akan sangat mudah jadi sasaran bullying.
Penulis | : | Aisha Ria Ginanti |
Editor | : | Aisha Ria Ginanti |
KOMENTAR