Pernah enggak berpikir menjalani profesi lain selain yang kita jalani sehari-hari?
Terlebih profesi yang sering kita temui sehari-hari, tapi sayangnya enggak terlalu kita perhatikan.
Berangkat dari hal tersebut, redaksi cewekbanget.id mencoba untuk menjalani profesi lain selama satu hari.
Profesi yang sebenarnya dekat dengan kehidupan kita, tapi mungkin jarang kita perhatikan.
(Baca juga: Redaksi Cewekbanget.id Sehari Menjadi Barista di Coffee Shop (Anomali Coffee))
Belajar jadi PPSU
Senin, 29 Mei 2017, saya, Amanda Siswandani, desainer grafis cewekbanget.id mencoba menjadi petugas PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum) atau yang lebih kita kenal dengan sebutan petugas oranye.
Selama satu hari, saya bersama petugas oranye lainnya bekerja di daerah kelurahan Sukabumi Utara, Jakarta Barat.
Di saat sedang berpuasa, di tengah guyuran hujan, saya dan petugas lainnya tetap menjalani tanggung jawab kami, memastikan kebersihan dan kerapian daerah di kelurahan ini.
Dengan adanya kegiatan ini, kita jadi tahu seperti apa pekerjaan orang lain, dan tentunya kita jadi paham kalau setiap pekerjaan itu memiliki tantangannya masing-masing.
Kita juga jadi lebih berempati dengan profesi lain, dan cara gampangnya adalah dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Berikut cerita saya ketika sehari menjadi petugas PPSU.
(Baca juga: Ribut Soal Intoleransi di Medsos, Ternyata Begini Reaksi Para Remaja)
Bertanggung Jawab Atas Kebersihan Lingkungan
“Di balik kota yang bersih dan rapi ada petugas yang bertanggung jawab untuk memastikan hal tersebut.
Di Jakarta mereka lebih dikenal dengan sebutan petugas oranye atau PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum)
Pukul 07.30 pagi, saya dan anggota petugas PPSU lainnya di kelurahan Sukabumi Utara, Jakarta Barat berkumpul di depan kantor kelurahan untuk melakukan apel pagi.
Apel pagi harus dilakukan setiap hari.
Biasanya pada apel pagi, Pak Romli, selaku ketua kelurahan setempat.
Ada juga Ibu H. Neneng, selaku Kasi PPSU, memberikan imbauan seputar kawasan yang harus lebih diperhatikan kebersihannya.
Setelah apel selesai, pasukan dibubarkan untuk mulai bekerja di zona masing-masing.
Jumlah anggota PPSU berbeda-beda di setiap kelurahan, tergantung luas kelurahaannya.
Di kelurahan ini, ada tujuh zona yang harus dibersihkan, sehingga anggota PPSU dibagi menjadi tujuh kelompok.
Saya ikut bekerja di zona 1, kawasan bedikari.
Hari ini hujan cukup deras, tapi petugas PPSU tetap bekerja.
Selain seragam oranye, kami juga dilengkapi dengan jas hujan, helmet, topi, masker penutup hidung dan sepatu boot.
(Baca juga: Redaksi Cewekbanget.id Sehari Menjadi Cleaning Service Lippo Mall Kemang)
Delapan Jam Penuh Tantangan Tapi Seru!
Ada dua shift kerja petugas PPSU, untuk pagi hari dari jam 07.30 sampai jam 15.00 dan shift sore dari jam 15.00 sampai jam 23.00.
Job desk petugas PPSU shift pagi yaitu menyapu jalanan, membersihkan saluran air dari tumpukan sampah dan lumpur.
Selain itu, kami juga harus membuang sampah-sampah dan lumpur tersebut ke pembuangan akhir.
Untuk shift sore, biasanya menyapu atau mebersihkan saluran air hanya sampai pukul 6 sore.
Ketika malam, mereka akan memeriksa lampu-lampu yang menerangi jalan.
Jika ada yang mati, mereka harus segera melapor untuk segera ditangani.
Kalau tiba-tiba ada pohon tumbang, mereka juga harus cepat turun tangan.
Jadi enggak mengganggu kegiatan di sekitar lokasi.
Menjelang siang hari, saya dipindah tugaskan ke zona 5.
Kalau di zona 1 saya lebih fokus menyapu dan mengambil sampah dari selokan air, di zona 5 pekerjaannya lebih fokus menguruk lumpur.
Tapi, bukan berarti kami enggak menyapu kayak kawasan lain, lho.
Kami tetap menyapu jalanan terlebih dahulu sebelum menguruk.
Hasil urukan lumpurnya bisa sampai berkarung-karung.
Kalau sudah dikumpulkan, tumpukan sampah dan lumpur akan dimasukan ke dalam karung.
Setelah itu, dibawa oleh mobil atau motor pengangkut sampah yang biasa disebut germor (motor pengangkut sampah yang ada tambahan gerobaknya).
Germor dan mobil ini akan selalu berkeliling dari satu zona ke zona lain.
Sampah dan lumpur yang sudah dikumpulkan nantinya akan dibawa ke penampungan akhir.
Saya merasa semua pekerjaan yang dilakukan para petugas oranye ini berat.
Tapi yang paling berat adalah mengeruk lumpur dan menyapu sampah saat hujan.
Mengeruk lumpur berat banget karena kami harus masuk (nyemplung) ke sekolakan yang penuh lumpur dan sampah.
Di situ kami kemudian mulai mengeruk lumpur menggunakan cangkul sedikit demi sedikit.
Oh ya, lumpur akan semakin banyak dan bertumpuk kalau sampah di selokan makin banyak.
Makanya, kita enggak boleh sama sekali buang sampai ke selokan ya.
Nah, kalau membersihkan sampah di jalan ketika hujan itu susah soalnya sampah jadi nempel di jalanan.
Susah banget buat disapu.
Butuh tenaga ekstra deh buat membersihkannya.
Untungnya, teman-teman sesama petugas menyenangkan banget.
Jadinya kami bisa bekerja sambil bercanda, bercerita dan tertawa. Berkurang banget deh rasa capeknya!
(Baca juga: 5 Kisah Guru di Indonesia yang Paling Mengharukan dan Bisa Mengunggah Hati Kita)
Warga Sekitar Kelurahan
Umumnya, anggota PPSU merupakan warga dari kelurahan itu sendiri, sehingga akses menuju zona-zona bekerjanya lebih dekat.
Selain itu karena orang setempat, mereka jadi lebih mengenal kondisi lingkungan tempat mereka bekerja tersebut.
Saat jam istirahat siang tiba, yaitu pukul 12.00, kami berkumpul kebali di kantor kelurahan untuk istirahat.
Tapi ada juga petugas yang lebih memilih pulang ke rumah untuk beristirahat karena dirasa lebih dekat jaraknya, daripada ke kelurahan.
Atau ada juga yang lebih suka istirahat di warung atau saung yang terdapat di sekitar zona dia bekerja.
Saya sendiri memilih untuk kembali ke kantor kelurahan.
Meski baru kerja setengah hari, rasanya capek banget.
Karena kami terus bergerak, menyapu, menguruk lumpur, juga mengangkat sampah ke germor.
Nah, jam 1, kami akan berkumpul lagi di zona masing-masing untuk melanjutkan pekerjaan.
Oh ya, sebelum bekerja, kami mengambil foto bagian-bagian yang akan dibersihkan. Kami harus mengirimkan tiga foto ke KASI PPSU.
Foto pertama 0%, yaitu sebelum dilakukan pembersihan.
Foto kedua 50% ketika sudah dilakukan pembersihan setengah bagian,
dan 100% saat sudah benar-benar besih.
Selain itu, staff dari kelurahan pun juga akan berkeliling untuk mengontrol jalannya pembersihan,
Ketika shift berakhir, kami akan kembali ke kelurahan untuk absen dan menaruh alat bersih-bersihnya.
Jadi Makin Sadar Untuk Menjaga Kebersihan Lingkungan
Saya percaya, kalau bukan kita siapa lagi yang akan menjaga dan merawat lingkungan tempat tinggal kita?
Karena ini pun demi kenyamanan kita sendiri.
Sehari menjadi petugas PPSU membuat saya sadar kalau menjaga kebersihan lingkungan itu enggak gampang.
Soalnya kami benar-benar harus memastikan semua sampah dan selokan sudah dibersihkan sehingga enggak banjir saat hujan deras datang.
Capek? Sudah pasti.
Terlebih di bulan puasa.
Namun, melihat semangat petugas PPSU lainnya membuat saya ikut bersemangat.
Mereka sama sekali enggak mengeluh dan benar-benar menjaga tanggung jawab mereka, yaitu membersihkan lingkungan.
Satu hal yang saya sadari, bahwa kebersihan lingkungan tempat tinggal bukan hanya tanggung jawab petugas PPSU saja, melainkan tanggung jawab kita semua.
Bahkan tindakan sederhana seperti enggak membuang sampah sembarangan saja sudah termasuk menjaga lingkungan.
Melihat begitu banyak sampah dan tumpukan lumpur, membuat saya makin tahu bahwa kesadaran orang-orang di Jakarta terhadap kebersihan masih kecil.
Dan, yang bikin makin sedih adalah ketika sudah selesai dibersihkan, lalu tiba-tiba ada orang yang membuang sampah sembarangan.
Rasanya… sakit banget. Hu-hu….
Intinya banyak banget pelajaran yang saya ambil dari pengalaman saya sehari menjadi petugas PPSU.
Belajar untuk lebih bertoleransi dan menghargai pekerjaan dan hasil pekerjaan orang lain.
Khususnya hasil pekerjaan mereka yang selalu kita nikmati sehari-hari
Jadi enggak ada salahnya dong kalau, mulai sekarang kita juga belajar buat lebih menghargainya, dengan minimal, enggak buang sampai sembarangan deh.
Setuju?
Tonton juga vlog saya ketika mencoba sehari menjadi petugas PPSU di bawah ini.
Penulis | : | Amanda Siswandani |
Editor | : | Amanda Siswandani |
KOMENTAR