Pelaku duel gladiator akhirnya tertangkap pada 21 September 2017. Duel gladiator ini menyebabkan meninggalnya Hilarius Christian Evant Raharjo, siswa kelas 1 di SMU Budi Mulia Bogor.
Menurut informasi yang diterima oleh Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), pertandingan duel gladiator ini sudah berlangsung secara turun temurun.
Duel yang diberi nama “bom-boman” ini dilaksanakan oleh senior dan alumni dari dua sekolah tersebut. Jadi dua orang perwakilan siswa baru dari SMU Budi Mulia Bogor dan SMU Mardi Yuana Bogor dipaksa untuk berduel ala gladiator sampai salah satunya kalah. Mereka berduel sambil ditonton oleh puluhan kakak kelas dan alumni.
Kasus kekerasan dan bullying di sekolah masih terus terjadi dan terus memakan korban. Apa yang harus kita lakukan sebagai korban dan saksi?
Maraknya kasus kekerasan di sekolah
Berdasarkan survey International Center for Research on Women (ICRW), dilansir dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sebanyak 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah.
Angka kasus kekerasan di sekolah ini lebih tinggi dari Vietnam (79%), Nepal (79%), Kamboja (73%), dan Pakistan (43%).
(Baca juga: 1 dari 8 Orang Indonesia Pernah Mengalami Cyberbullying. Kenapa Netizen Suka Banget Mem-bully?)
Kenapa kekerasan di sekolah terus terjadi?
Meski sudah banyak tindakan pencegahan yang dilakukan oleh kita, orangtua, juga pihak sekolah, kekerasan di sekolah masih aja terus terjadi. Menurut program anti bullying Indonesia, Sudah Dong, berikut adalah beberapa alasan kekerasan di sekolah bisa terjadi.
Apa yang harus kita lakukan sebagai korban?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity pada hampir 3.000 anak berusia 11-16 tahun, dilansir dari Kompas.com, kesehatan fisik dan psikologis korban menjadi terganggu akibat bullying.
Sebanyak 55% anak dari penelitian tersebut mengaku terobsesi pada berat badan.
Mereka juga menjadi merasa rendah diri, depresi, mudah cemas, menarik diri dari pergaulan, dan mengalami gangguan pola makan.
Menurut Metro.co.uk, ini yang harus kita lakukan saat menjadi korban bullying atau kekerasan di sekolah.
1. Jangan disimpan sendiri
Diam enggak akan menyelesaikan masalah dan tindakan bullying yang kita terima.
Oleh sebab itu kita harus memberi tahu seseorang yang kita percaya bahwa kita sedang mengalami kekerasan atau bullying.
Kita bisa memberi tahu orangtua, guru, atau teman dekat. Jika enggak kita merasa dari mereka enggak ada yang bisa membantu kita, hubungi lembaga yang bakal membantu kita.
Kita dapat menghubungi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di (021) 3190-1556 juga LSM anti bullying seperti Yayasan SEJIWA di (021) 7773-862 atau lewat email di sejiwa.foundation@gmail.com.
2. Jangan berhenti setelah memberi tahu seseorang
Saat kita sudah memberi tahu seseorang tapi dia enggak melakukan apa-apa untuk membantu kita, saatnya memberi tahu orang lain.
Kita juga bisa terus bertanya padanya, apa yang akan dia lakukan untuk membantu mengatasi bullying yang kita hadapi.
Melindungi kita dari kekerasan dan memberi rasa aman merupakan tugas dari orangtua serta pihak sekolah, jadi menanyakan hal seperti itu adalah hak kita.
3. Jangan melawan
Meski ada saatnya kita memiliki kesempatan untuk melawan, tapi melawan dengan kekerasan dapat menjadi bumerang bagi kita.
Kita bisa mendapatkan luka serius dan membuat si pelaku semakin pengin menyerang kita.
4. Sadarkan diri bahwa itu bukan salah kita
Enggak ada orang yang pantas di-bully atau mendapat perlakuan kekerasan.
Meski si pelaku membuat kita merasa bahwa kita ‘pantas’ di-bully, hal itu enggak benar.
Pihak yang salah dalam tindak bullying adalah si pelaku, bukan korban.
Jadi kita harus selalu ingat kalau perilaku kekerasan yang kita alami bukanlah salah kita.
5. Salurkan energi dan pikiran pada sesuatu yang positif
Ketika mengalami bullying, kita pasti akan merasa sedih, bingung, frustrasi, juga depresi.
Di saat itu, jangan lakukan hal-hal tanpa pikir panjang. Tenangkan diri sampai emosi lebih strabil.
Kemudian salurkan energi dan pikiran negatif pada sesuatu yang positif, seperti menulis diari, melakukan hobi, membaca buku, mendengarkan musik, dan sebagainya.
Jangan tarik diri kita dari lingkungan sosial seperti bolos dari sekolah, karena hal itu hanya akan membuat kita merasa makin sendirian.
Kebanyakan korban kekerasan akhirnya melakukan bunuh diri karena memendam semuanya sendirian. Makanya, hal yang paling penting jika kita menjadi korban bullying adalah jangan takut untuk memberi tahu orang lain.
(Baca juga: Curhat Cewek yang Di-bully Karena Enggak Mau Kasih Contekan)
Apa yang harus kita lakukan sebagai saksi tindak kekerasan?
Walau enggak jadi bullying, seringkali kita ada di posisi sebagai saksi tindak kekerasan.
Saksi adalah pihak luar pelaku dan korban, kita hanya diam membiarkan kejadian kekerasan berlangsung.
Kita enggak membantu korban, bahkan enggak jarang mendukung bullying yang sedang terjadi.
Biasanya saksi enggak mau ikut campur karena takut jadi korban berikutnya, enggak mau menambah masalah, enggak mau tahu, juga merasa bahwa korban pantas di-bully.
Nah, sebaiknya apa yang harus kita lakukan sebagai saksi bullying dan tindak kekerasan?
1. Tegaskan kalau kita enggak akan ikut-ikutan nge-bully korban atau melakukan tindakan bullying dalam bentuk apapun.
2. Jangan menonton dan menyemangati tindak bullying.
3. Jangan menyebarkan gosip, meledek, atau menganggu orang lain, termasuk di media sosial.
4. Jangan mem-forward atau merespon pesan atau foto yang akan menyinggung serta membuat orang lain merasa enggak nyaman.
5. Dukung korban kekerasan untuk melapor pada orangtua atau pihak yang berwenang tentang perilaku yang dia terima.
6. Bantu korban untuk melapor pada guru dan pihak lain. Kalau perilaku kekerasan sudah makin berbahaya, laporkan pada polisi.
Jangan diam kalau menerima dan melihat tindak kekerasan ya girls! Segera laporkan pada pihak berwenang sebelum hal tersebut memakan lebih banyak korban.
(Baca juga: Bukan Hanya Korban Bullying Saja yang Menderita, Bystander atau Penonton Juga Bisa Mengalami Trauma)
Penulis | : | Intan Aprilia |
Editor | : | Intan Aprilia |
KOMENTAR