Perdagangan manusia di Indonesia, terutama anak dan perempuan, masih belum menemukan titik terang. Sejak tahun 2012, Indonesia masih ada di peringkat kedua kejahatan perdagangan manusia yang melibatkan kekerasan maupun eksploitasi seksual terhadap anak. Sama sekali bukan prestasi yang membanggakan, ya.
Dilansir dari Instagram resmi Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, tindak pidana perdagangan orang meliputi: rekrutmen, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang, yang dilakukan dengan ancaman, penggunaan kekuasaan, bentuk-bentuk pemaksaan seperti penculikan atau penipuan, penyalahgunaan posisi rawan, menggunakan pemberian atau penerimaan pembayaran (keuntungan) sehingga diperoleh persetujuan secara sadar (consent) dari orang yang memegang kontrol atas orang lain untuk tujuan eksploitasi.
Eksploitasi tersebut meliputi pelacuran, kerja paksa, perbudakan, dan pengambilan organ tubuh. Seiring berjalannya waktu, para pelaku melakukan berbagai cara untuk dapat mengambil keuntungan dari anak dan perempuan, seperti adopsi palsu, tipu daya berbasis balas budi, sampai menawarkan langsung para korban untuk direkrut.
Mengutip dari Kompas.com, pelaku tindak pidana perdagangan anak menjual anak-anak penjual tissue di Jakarta ke warga negara asing yang tinggal di Indonesia dan dijadikan pekerja seks komersial dengan tarif Rp. 1,5 hingga 2 juta.
Kurangnya kesadaran dan konsep berpikir yang salah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perdagangan anak. Faktor kemiskinan juga berperan karena banyak keluarga yang terpaksa mempekerjakan anak-anaknya demi menopang keluarga yang terjerat utang.
Keinginan Cepat Kaya
Di era digital seperti sekarang, kita semakin terpapar dengan konten-konten yang memicu gaya hidup konsumtif. Enggak jarang anak-anak di bawah umur yang rela melakukan berbagai cara demi memiliki barang-barang yang dimiliki tokoh idolanya yang dia lihat di media sosial. Keinginan cepat kaya membuat mereka bahkan rela untuk terlibat dalam prostitusi maupun perdagangan organ tubuh.
KOMENTAR