Banyak dari kita yang pasti pengin banget punya pacar. Teman-teman lain udah punya pacar, buka Instagram isinya foto-foto mesra teman dengan pacarnya atau ketika buka Twitter, lihat teman balas-balasan mention sama pacar. Atau ketika nonton film atau drama favorit, kedua tokoh utamnya juga sedang berbahagia karena jatuh cinta. Rasanya dunia ini enggak adil karena kita doang yang jomblo.
Tapi girls, kalau dipikir-pikir lagi, enggak selamanya yang namanya jomblo itu menyakitkan kok. Kalau saja kita malah pacaran dengan orang yang salah, mungkin kita akan mikir ulang buat melepas status jomblo kita.
Cewekbanget sih percaya, mending jomblo dulu daripada pacaran sama orang yang salah. Setuju?
(Baca juga: Ternyata, Tidur Larut Malam Ada Hubungannya Sama Kecerdasan Kita, Lho!)
Jomblo bikin insecure
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, banyaknya hal di dunia yang bikin kita sebagai jomblo terpojok, menimbulkan perasaan insecure. Kita jadi mulai minder atau takut karena masih menyandang status sebagai jomblo.
“Ada saatnya aku ngerasa insecure dengan status jomblo. Alasan paling sering akrena merasa sepi sendiri dan enggak ada yang merhatiin. Yang bikin aku takut juga kebanyakan cowok tuh suka mandang fisik, jadi aku merasa minder kalau ngerasa fisikku enggak oke makanya ngejomblo.” – Andiva, Jakarta.
“Aku dulu pernah ngerasa takut jomblo. Soalnya aku enggak ada kakak dan orangtuaku sibuk, jadi enggak ada yang jagain. Makanya aku pengin punya pacar biar ada yang jagain. Kalau punya pacar kan enak, ada apa-apa bisa ngadu ke pacar.” – Dwi, Jakarta
“Yang paling ngeselin dari jomblo itu ketika kita lihat orang-orang suka pamer mesra-mesraan di medsos. Terus kalau tahu ada yang jomblo, malah sering diejek. Kayak aku misalnya yang sering diejek sama temen karena enggak punya pacar.” – Rieke, Jakarta
Dari rasa takut dan insecure yang kita miliki, akhirnya enggak sedikit yang memutuskan untuk mengakhiri status jomblonya hanya demi enggak diejek orang lain, atau enggak merasa sendirian.
Padahal, keadaan ini kerap memicu kita jadian sama orang yang salah atau bahkan orang yang enggak terlalu kita kenal. Yang penting, kita bisa menghilangkan status jomblo sehingga cenderung langsung menerima siapa pun yang nembak kita tanpa ngecek tentang perasaan kita ke dia. Enggak heran jika kita merasa enggak bahagia karena enggak benar-benar menginginkan hubungan tersebut.
Jomblo itu lebih seru daripada…
Padahal, kalau kita mau berpikir lebih luas dan enggak mementingkan perasaan kesepian semata, kita bisa menemukan fakta kalau jomblo itu sebenarnya lebih seru, lho.
Kalau enggak percaya, ini buktinya!
Ketika asal nerima cowok pun, kita bisa terjebak di dalam hubungan yang enggak sehat, lho. Bisa saja dia adalah cowok yang emosional, suka melakukan kekerasan atau kelewat pencemburu. Rasanya jadi enggak nyaman. Yang semula pengin bahagia karena takut ngejomblo, malah jadi enggak bahagia.
Saat pacaran dengan orang yang salah, pasti kita kerap melakukan apa saja yang dia mau dengan alasan supaya dia enggak jadi ilfil sama kita. Tapi, orang seperti ini punya kemungkinan akan mengatur-atur kita untuk melakukan hal-hal sepele, mulai dari baju yang harus kita pakai, siapa yang harus kita chat, dan lain-lain. Males banget, kan?
Melakukan aktivitas yang kita inginkan tanpa perlu bergantung sama orang lain itu menyenangkan, lho. Soalnya kita enggak perlu ribet mikirin atau menjaga perasaan orang lain.
Ciri-ciri pacar yang salah adalah ketika dia suka membatasi ruang gerak kita. Dia bakal mengontrol kita dan enggak mau kita lepas dari sisinya. Akibatnya, kita jadi dijauhkan deh dari teman-teman dan keluarga.
Kalau pacaran sama cowok yang posesif dan pencemburu berat, kita harus siap-siap bakal di-stalk sama dia, nih. Dia bahkan enggak akan keberatan buat melihat-lihat isi chat dan DM kita di media sosial.
Diatur-atur, dituntut ini-itu, pasti lama kelamaan bakal bikin kita jadi menjauh dari identitas karakter kita sesungguhnya. Alhasil, pacaran sama cowok yang salah bakal bikin kita enggak menjadi diri sendiri. Enggak nyaman banget kan kalau harus membohongi jati diri kita yang sebenarnya?
(Baca juga:
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR