CewekBanget.ID - Sejak Selasa (31/3/2020) hingga Sabtu (11/4/2020), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tercatat telah membebaskan 36.554 napi lewat asimilasi dan integrasi.
Dilansir dari Grid Health, terdapat 33.902 napi dan 805 anak binaan yang bebas lewat asimilasi dan sisanya lewat integrasi.
Meski mendapat banyak kecaman dari masyarakat, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan banhwa hal tersebut diambil atas dasar rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Baca Juga: Benarkah Minum Minuman Panas Ampuh #HadapiCorona? Begini Kata Ahli!
Tapi enggak hanya Indonesia, yuk kita lihat negara-negara lainnya yang membebaskan narapidana!
Brasil
Dilansir dari Grid Health, Brasil membebaskan 24.000 tahanan setelah 2 orang dipastikan meninggal akibat terjangkit virus corona (COVID-19) pada 28 Maret 2020.
Menurut keterangan Komisi Pastor Penjara di Brasil, keputusan tersebut diambil oleh negara itu lantaran tahanan merupakan kelompok yang rentan terinfeksi COVID-19 dan konsekuensi kebencanaan pandemi mengancam para narapidana.
Seperti halnya di Indonesia, pembebasan tahanan di Brasil juga mendapatkan banyak pertentangan karena masyarakat khawatir para napi akan kembali berulah.
Baca Juga: Upaya #HadapiCorona, Ini 10 Gejala Kunci Terinfeksi Covid-19 yang Wajib Diketahui!
Afganistan
Afganistan dikabarkan membebaskan 10.000 napi yang umumnya merupakan perempuan, remaja, dan napi yang sakit serta napi yang berusia di atas 55 tahun.
Jumlah tahanan yang dibebaskan di Afganistan kira-kira sama dengan di Polandia.
Akan tetapi, program pembebasan napi akibat COVID-19 di Afganistan enggak berlaku bagi tahanan yang didakwa karena melakukan kejahatan terhadap negara maupun dunia internasional.
Polandia
Sama seperti Afganistan, Polandia turut membebaskan hingga 10.000 orang narapidana.
Para napi tersebut akan menjalani sisa masa hukuman di rumah berdasarkan keputusan yang ditetapkan di negara tersebut.
Napi yang tergolong orang tua dengan masa hukuman hingga 3 tahun penjara dapat meminta penangguhan masa hukuman mereka sampai pandemi di negara tersebut berakhir.
Tunisia
Presiden Tunisia Kais Saied memberikan pengampunan khusus kepada 1420 narapidana untuk mengurangi populasi penjara di negara itu saat marak pandemi COVID-19.
Pada awal Maret 2020, beberapa kelompok hak asasi manusia setempat mendesak pemerintah Mesir untuk membebaskan tahanan sementara.
Hal itu dianggap sebagai langkah untuk mencegah penyebaran pandemi di dalam penjara yang penuh sesak.
Turki
Setelah 17 napi di sejumlah penjara Turki dikonfirmasi positif terjangkit COVID-19 dan 3 di antaranya meninggal, negara itu pun membebaskan 45.000 tahanan dari penjara.
Aturan hukum tersebut disetujui oleh parlemen Turki demi menghindari wabah penyebaran COVID-19 yang lebih luas lagi.
Meski demikian, hal tersebut enggak berlaku bagi terpidana kasus pembunuhan, kejahatan seks, dan tindak pidana narkoba.
Myanmar
Seiring peningkatan desakan massa untuk mengurangi jumlah penghuni penjara yang penuh sesak selama pandemi, pemerintah Myanmar pun membebaskan para narapidana.
Sekitar 25.000 tahanan di Myanmar akan dibebaskan dari penjara selama masa pandemi COVID-19.
Selain itu, Myanmar juga tengah menerapkan lockdown untuk mengendalikan penyebaran virus tersebut.
Baca Juga: Social Distancing Buat #HadapiCorona Perlu Dilakukan Sampai 2022? Begini Hasil Studi Harvard!
Kolombia
Di Amerika Serikat, pemerintah Kolombia menetapkan berlakunya pembebasan sementara bagi lebih dari 4000 tahanan setelah 2 tahanan di sana meninggal akibat infeksi COVID-19.
Di masa pandemi ini, mereka akan dialihkan menjadi tahanan rumah.
Kendati begitu, para tahanan tersebut akan kembali ke penjara untuk menjalani hukuman setelah 6 bulan menjadi tahanan rumah.
Bahkan, para napi yang melanggar ketentuan penahanan rumah ini akan langsung dikirimkan kembali ke penjara.
Chile
1300 napi dibebaskan oleh pemerintah Chile akibat risiko tinggi virus COVID-19.
Para tahanan yang dibebaskan adalah yang berusia 75 tahun ke atas, tahanan perempuan yang memiliki anak berumur di bawah 2 tahun, dan tahanan yang sedang hamil.
Langkah tersebut diambil setelah Mahkamah Konstitusi menyetujui UU khusus yang diajukan oleh pemerintah konservatif di bawah pimpinan Sebastian Pinera.
(*)