Rayakan Lebaran, Indonesia Punya 6 Tradisi Unik! Ada dari Daerahmu?

By Salsabila Putri Pertiwi, Senin, 25 Mei 2020 | 14:10 WIB
Kepoin tradisi perayaan Idul Adha di beberapa negara Arab, yuk! (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

CewekBanget.ID - Umat Muslim di seluruh dunia merayakan Idul Fitri 1441 H pada Minggu (24/5/2020).

Salah satu tradisi yang menjadi ciri khas Idul Fitri atau Lebaran yang kita ketahui mungkin silaturahmi usai salat Ied berjamaah.

Sayangnya, akibat pandemi yang melanda dunia, tradisi ini mesti urung dilaksanakan saat Lebaran tahun ini.

Baca Juga: #HadapiCorona, Kasus Virus Corona Diprediksi Melonjak Usai Lebaran!

Di Indonesia sendiri, Lebaran biasanya dirayakan dengan berbagai cara sesuai tradisi masing-masing daerah.

Melansir dari Kompas.com, beberapa tradisi unik perayaan Lebaran berikut ini juga menunjukkan keragaman budaya di Indonesia lho, girls.

Grebeg Syawal

Tradisi Grebeg Syawal di Yogyakarta.

Ada tradisi unik bernama Grebeg Syawal yang terkenal di Yogyakarta.

Grebeg Syawal merupakan sebuah ritual Keraton Yogyakarta dalam memperingati Idul Fitri yang dilangsungkan tepat pada 1 Syawal.

Menurut kepercayaan masyarakat, Gunungan Grebeg konon membawa berkah dan ketenteraman.

Upacara tersebut diawali dengan keluarnya Gunungan Lanang (Kakung) yang terbuat dari sayur-mayur dan hasil bumi lainnya, lalu dibawa ke Masjid Gede Keraton Ngayogyakarta untuk didoakan.

Dalam tradisi ini, Gunungan Lanang dikawal oleh prajurit keraton karena sayur-mayur dan hasil bumi ini nantinya akan diambil secara berebutan oleh masyarakat.

Nasi Jaha

Tradisi memasak nasi jaha.

Di Sulawesi Utara, masyarakat Motoboi Besar melakukan tradisi Binarundak atau memasak nasi jaha bersama-sama yang berlangsung selama tiga hari setelah Idul Fitri.

Sebenarnya, tradisi Binarundak tergolong baru dan terinspirasi dari tradisi Lebaran Ketupat yang dilakukan di Minahasa dan Gorontalo.

Bedanya, dalam Binarundak, masyarakat memakan nasi jaha alih-alih ketupat.

Nasi jaha adalah makanan khas Sulawesi Utara yang terbuat dari beras ketan, santan, dan jahe yang dimasukkan ke dalam batang bambu yang telah dilapisi daun pisang, kemudian dibakar dengan serabut kelapa.

Saat matang, nasi jaha dinikmati beramai-ramai oleh para perantau yang pulang bersama masyarakat setempat.

Acara makan bersama pun menjadi ajang silaturahmi sekaligus sebagai ucapan syukur kepada Tuhan.

Baca Juga: Rayakan Lebaran di Rumah, Ini 3 Ide Kegiatan Menyenangkan yang Bisa Usir Stres!

Nyama Selam

Di Bali, terdapat tradisi makan-makan atau Nyama Selam yang menyiratkan keberagaman agama dan keindahan toleransi beragama.

Nyama Selam artinya saudara dari kalangan Muslim dan merupakan sebutan khas penduduk Bali yang mayoritas beragama Hindu kepada kerabat sekampung yang beragama Islam.

Salah satu tradisi yang kental dilakukan saat Nyama Selam adalah "ngejot" yang sudah berlangsung secara turun-temurun.

Jadi menjelang Idul Fitri, masyarakat Muslim akan melakukan "ngejot" atau memberikan hidangan kepada masyarakat sekitarnya.

Tradisi ini sudah dilakukan sejak masa kerajaan dan hampir dapat ditemukan di sebagian besar daerah di Bali.

Enggak hanya masyarakat Islam, umat Hindu akan memberikan balasan dengan melakukan "ngejot" kepada umat Islam pada Nyepi atau Galungan.

Perang Topat

Tradisi perang topat

Ketupat memang menjadi kudapan khas saat Lebaran, namun di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), ketupat dijadikan sebagai alat kerukunan antar umat Hindu dan Islam dengan adanya tradisi Perang Topat atau Perang Ketupat.

Tradisi ini memiliki ciri khas dengan saling melempar ketupat.

Perang Topat saat Lebaran umum disebut sebagai Lebaran Topat.

Setelah berdoa dan berziarah, masyarakat akan melaksanakan Perang Topat di Makam Loang Baloq di kawasan Pantai Tanjung Karang dan Makam Bintaro di kawasan Pantai Bintaro.

Baca Juga: 4 Rekomendasi Drakor JTBC Berating Tinggi untuk Habiskan Waktu Libur Lebaran

Festival Meriam Karbit

Tradisi meriam karbit

Di Pontianak, Kalimantan Barat, masyarakat akan melangsungkan Festival Meriam Karbit yang lazim diadakan di tepian Sungai Kapuas.

Perayaan ini biasanya digelar 3 hari yakni sebelum, saat, dan sesudah Lebaran.

Enggak hanya itu, festival ini juga menjadi ajang perlombaan, bagi peserta yang memiliki meriam dengan bunyi paling kompak yang akan mendaparkan nilai paling tinggi.

Meriam ini terbuat dari pohon kelapa atau kayu durian dan menghasilkan bentuk meriam yang panjang dengan bentuk silinder yang lebar, serta dilengkapi dengan rotan yang digunakan sebagai pengikat meriam.

Pembuatan Meriam Karbit merogoh kocek sebesar 15-30 juta Rupiah, lho!

Konon, meriam ini dikenal untuk mengusir kuntilanak karena mengeluarkan suara yang bising.

Tumbilotohe

Tradisi Tumbilotohe.

Di Gorontalo, ada tradisi bernama Tumbilotohe (memasang lampu) yang diselenggarakan untuk menyambut hari raya Idul Fitri.

Tradisi ini telah berlangsung sejak abad XV Masehi dan berlangsung saat masyarakat setempat memasang lampu sejak tiga malam terakhir menjelang Idul Fitri.

Awalnya, tradisi Tumbilotuhe dilakukan untuk memudahkan warga memberikan zakat fitrah di malam hari, jadi penerangan berasal dari lampu yang terbuat dari damar dan getah pohon.

Lambat laun, lampu diganti dengan minyak kelapa dan kemudian beralih menjadi minyak tanah.

Saat ini, tradisi pemasangan lampu sudah dilakukan dengan berbagai bentuk dan warna yang meriah serta enggak hanya dipasang di rumah, tetapi di sejumlah tempat umum hingga di ladang.

(*)