Cara Jepang #HadapiCorona Meski Abaikan Protokol Kesehatan. Kok Bisa?

By Salsabila Putri Pertiwi, Selasa, 26 Mei 2020 | 17:10 WIB
Cara Jepang #hadapicorona (Foto: Reuters / the Guardian)

CewekBanget.ID - Hingga saat ini, pandemi virus corona (COVID-19) masih gencar melanda banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Pandemi ini telah merenggut ribuan jiwa sebagai korban dan membuat banyak kebijakan diubah demi mencegah penyebarannya terus berlangsung, salah satunya penetapan lockdown dan imbauan karantina mandiri demi #hadapicorona.

Tapi ada beberapa negara yang terbukti mampu 'mengalahkan' pandemi virus ini, misalnya Jepang yang justru mengabaikan protokol kesehatan yang diberlakukan di hampir seluruh negara di dunia terkait pandemi.

Di saat kemungkinan gelombang infeksi kedua yang lebih parah selalu ada, Jepang justru sudah mencabut keadaan darurat di negaranya dan mulai menjalani kehidupan normal sejak Senin (25/5/2020).

Baca Juga: #HadapiCorona, Warga Asing yang Masuk Malaysia Harus Bayar Biaya Karantina 500 Ribu per Hari!

Keberhasilan Jepang

Cara Jepang #hadapicorona

Kemunculan kasus positif COVID-19 baru di Jepang kini berkurang tajam menjadi belasan orang dan menandai pandemi yang mungkin hampir berakhir di negara tersebut.

Uniknya, Jepang mampu mencapai level tersebut meskipun sebagian besar kebijakan di sana mengabaikan pedoman standar pemutusan rantai penyebaran virus corona.

Jepang bahkan enggak menerapkan pembatasan pergerakan penduduk, belum lagi bisnis di berbagai sektor mulai dari restoran hingga penata rambut tetap buka seperti biasa.

Mereka juga enggak menggunakan aplikasi berteknologi tinggi untuk melacak pergerakan orang-orang dan enggak memiliki pusat pengendalian penyakit.

Bahkan, ketika negara-negara lain berlomba melakukan pengujian, Jepang hanya menguji 0,2 persen dari populasinya dan menjadi salah satu tingkat terendah di antara para negara maju.

Namun akhirnya Jepang dengan populasi 126 juta penduduk justru mampu meratakan kurva penyebaran virus dengan 17.000 kasus dan 826 kematian di negaranya, dan menjadi capaian dengan angka terbaik di antara kelompok 7 negara maju.

Di Tokyo, kota yang padat penduduk di Jepang sekalipun, banyak kasus infeksi turun menjadi 1 digit pada beberapa hari belakangan.

Faktor Kemungkinan

Jepang sendiri mengaku enggak ada solusi instan maupun faktor pembeda lain dalam penanganan kasus pandemi ini.

"Hanya dengan melihat angka kematian, kita dapat mengatakan Jepang berhasil," kata Mikihito Tanaka, Profesor di Universitas Waseda yang berspesialisasi dalam komunikasi sains, sebagaimana dilansir dari Intisari, "Tetapi bahkan para ahli pun tidak tahu alasannya."

Sebuah daftar yang dikutip Bloomberg News dalam laporannya, ditambah pendapat para ahli pun menunjukkan 43 kemungkinan alasan, mulai dari budaya mengenakan masker, tingkat obesitas di Jepang yang terkenal rendah, hingga keputusan awal untuk menutup sekolah.

Salah satu teori yang dinilai fantastis adalah soal klaim penutur bahasa Jepang yang dikenal memancarkan lebih sedikit tetesan yang sarat virus ketika berbicara, dibandingkan dengan bahasa lain.

Namun, di dalamnya enggak terpetakan paket kebijakan tunggal di Jepang yang dapat direplikasi di negara lain.

 Baca Juga: #HadapiCorona, Epidemiolog Ingatkan Buat Waspada dengan Lonjakan Kasus Positif

Respon Cepat Tanggap

Cara Jepang #hadapicorona

Di sisi lain, respons awal warga terhadap peningkatan infeksi menjadi sangat penting.

Ketika pemerintah pusat dikritik karena langkah-langkah kebijakannya yang dinilai lambat, para ahli memuji peran pelacak kontak di Jepang yang sudah berjalan setelah infeksi pertama ditemukan pada Januari.

Keberadaan pusat kesehatan publik di Jepang dengan responnya yang cepat memang telah menjadi salah satu keunggulan negara tersebut yang patut diakui dan diapresiasi, terutama karena pusat kesehatan publik di sana memiliki puluhan ribu tenaga paramedis yang sudah terlatih dalam menyusuri jejak infeksi di tahun 2018.

Pada masa-masa normal, para perawat tersebut terbiasa melacak infeksi yang lebih umum seperti influenza dan TBC.

"Ini sangat analog, ini bukan sistem berbasis aplikasi seperti Singapura, tapi bagaimanapun, itu sangat berguna," kata Kazuto Suzuki, Profesor Kebijakan Publik di Universitas Hokkaido yang menulis ulasan khusus tentang respon Jepang terkait pandemi COVID-19.

Baca Juga: #HadapiCorona, Kasus Virus Corona Diprediksi Melonjak Usai Lebaran!

Ketika negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris baru mulai merekrut dan melatih pelacak kontak, Jepang telah melacak pergerakan penyakit ini sejak segelintir kasus pertama ditemukan.

Para ahli di Jepang menitikberatkan pada penanggulangan kelompok, atau kelompok infeksi dari satu lokasi seperti klub atau rumah sakit, sebelum kasus kian menyebar.

"Banyak orang mengatakan, kami tidak memiliki Pusat Pengendalian Penyakit di Jepang," kata Yoko Tsukamoto, Profesor Pengendalian Infeksi di Universitas Ilmu Kesehatan Hokkaido, "Padahal pusat kesehatan masyarakat adalah sejenis Pusat Pengendalian Penyakit lokal."

(*)