Ahli: Sering Mengonsumsi Junk Food Bikin Kita Rentan Terkena Depresi!

By Salsabila Putri Pertiwi, Minggu, 30 Agustus 2020 | 15:10 WIB
Junk food (mentalfloss.com)

CewekBanget.ID - Junk food atau makanan rendah gizi sering dikaitkan dengan risiko kesehatan pada tubuh.

Enggak hanya kesehatan fisik, konsumsi makanan rendah gizi juga berhubungan erat dengan kesehatan mental.

Menurut sebuah penelitian yang terbit dalam jurnal Molecular Psychiatry tahun 2018, jenis makanan tersebut juga disebut terkait dengan risiko depresi.

Bagaimana ya, konsumsi junk food dapat memengaruhi kesehatan mental seseorang?

Baca Juga: Duh, Ed Sheeran Ngaku Kecanduan Banget Sama Junk Food yang Berbahaya!

Mengandung Zat Pemicu Peradangan

Temuan dari penelitian Molecular Psychiatry didapatkan oleh peneliti dari Inggris, Spanyol, dan Australia setelah meneliti 41 studi tentang hubungan diet dan depresi.

Hubungan antara junk food dan depresi adalah karena jenis makanan ini mengandung banyak zat yang pro-inflamasi.

Pola makan yang pro-inflamasi bisa memicu peradangan sistemik, dan ini dapat secara langsung meningkatkan risiko depresi.

Selain itu, pola makan yang buruk bisa meningkatkan risiko depresi secara signifikan.

Menurut analisis, makanan yang mengandung banyak lemak, gula, atau terlalu lama dimasak seperti junk food bisa menyebabkan peradangan bukan hanya di usus tetapi di seluruh tubuh, juga dikenal sebagai peradangan sistemik.

Sifat kimia dalam usus sangat mirip dengan kimia di otak, jadi enggak heran kalau hal-hal yang memengaruhi usus dapat mempengaruhi otak juga.

Peradangan semacam ini biasanya dipicu pola hidup buruk seperti merokok, polusi, kegemukan, dan kurang olahraga.

Peradangan kronis bisa mempengaruhi kesehatan mental dengan mengangkut molekul pro-inflamasi ke otak, itu juga bisa mempengaruhi molekul yang bertanggung jawab untuk regulasi suasana hati.

Hubungan Kausal

Ilustrasi makan mie - YoonA 'SNSD' drama The K2

Meski begitu, para peneliti mengingatkan hubungan antara pola makan buruk dengan depresi adalah kausal dan bukan hanya sebuah asosiasi.

Ini karena mereka enggak menemukan orang-orang yang depresi punya kecenderungan makan rendah gizi.

Pola makan yang buruk bisa meningkatkan risiko depresi karena ini adalah hasil penelitian enggak melibatkan orang dengan depresi pada awal penelitian.

Oleh karena itu, penelitian ini melihat bagaimana pola makan pada dasarnya berhubungan dengan kasus depresi baru.

Untuk menguji kembali temuannya, para peneliti juga sempat melakukan percobaan acak yang menunjukkan efek menguntungkan dari perbaikan pola makan pada depresi.

Baca Juga: Picu Diabetes dan 3 Alasan Konsumsi Junk Food Berlebihan Bahaya Buat Kesehatan. Mulai Kurangi, Yuk!

Sekarang ada argumen kuat yang mendukung pola makan sebagai arus utama dalam pengobatan psikiatri.

Dari temuan tersebut, disimpulkan bahwa konseling pola makan rutin dapat menjadi bagian dari janji temu dokter, terutama dengan praktisi kesehatan mental.

Temuan yang sama juga dipublikasikan oleh peneliti dari Menchester Metropolitan's Bioscience Research Center.

Mereka menemukan bahwa makanan yang mengandung zat yang dapat meningkatkan peradangan seperti tinggi kolesterol, lemak jenuh, dan karbohidrat membuat kita lebih mungkin mengembangkan depresi sebesar 40%.

Baca Juga: Soda Diet Bisa Membantu Menurunkan Berat Badan? Benar Enggak Ya?

Diet Mediterania

Melansir dari Medical Xpress, pola makan anti-inflamasi yang mengandung lebih banyak serat, vitamin A, vitamin C, vitamin D, dan lemak tak jenuh memiliki efek sebaliknya.

Bahkan, diet sehat dengan kandungan baik tersebut dapat diterapkan sebagai pengobatan depresi.

Perbaikan pola makan dengan diet tradisional Mediterania memperkecil risiko depresi karena ikan, buah, kacang-kacangan, dan sayur-sayuran dalam pola diet ini membantu melindungi otak dari risiko depresi.

Penelitian skala besar ini pun memberikan bukti lebih lanjut yang mendukung bahwa makan makanan yang sehat dapat meningkatkan suasana hati kita dan membantu memberi lebih banyak energi.

(*)