CewekBanget.ID - Pasti kita sering deh, mendengar istilah 'ghosting' terutama di internet sepanjang tahun 2020 ini.
Rupanya kata tersebut juga menjadi salah satu topik yang paling banyak dicari di Indonesia melalui mesin pencarian Google, seperti terungkap dari Year in Search 2020 yang diungkapkan Google, Rabu (9/12/2020).
Eh, tapi ghosting itu sendiri apa, sih?
Baca Juga: PDKT Kena Ghosting? Kayaknya Doi Cari Kita Lagi Karena 6 Alasan Ini!
Ghosting
Ghosting adalah situasi ketika satu individu tiba-tiba menghilang dari kehidupan seseorang tanpa melakukan kontak sama sekali, baik melalui telepon, pesan singkat, e-mail, atau media lainnya.
Ghosting telah menjadi fenomena umum di dunia kencan modern dan juga di lingkungan sosial dan profesional lainnya.
Meski ghosting cukup populer, namun fenomena ini mungkin lebih kompleks dari yang kita kira, lho!
Alasan Seseorang Melakukan Ghosting
Alasan seseorang melakukan ghosting bisa sangat kompleks dan beragam.
Seseorang mungkin memutuskan untuk memutuskan relasi karena adanya rasa takut untuk mengenal seseorang yang baru atau takut dengan reaksi yang didapatkannya ketika memutuskan relasi.
Kemudian ada juga yang berujung ghosting karena menghindari konflik.
Manusia secara naluriah bersosialisasi, dan mengganggu hubungan sosial apa pun, baik atau buruk, dapat memengaruhi kualitas hidup; sehingga seseorang yang melakukan ghosting mungkin merasa lebih nyaman jika enggak pernah bertemu dengan orang tertentu daripada menghadapi potensi konflik atau penolakan yang bisa terjadi saat memutuskan relasi.
Ada juga yang ghosting karena kurangnya konsekuensi, sebab jika baru saja bertemu seseorang, kita mungkin merasa enggak ada yang dipertaruhkan, entah karena kita enggak memiliki kesamaan teman atau hal lainnya.
Oleh karena itu, mungkin enggak akan menjadi masalah besar jika kamu keluar begitu saja dari kehidupan orang tersebut.
Selain itu, jika suatu hubungan berdampak negatif pada kualitas hidup kita, memutus kontak dengan orang yang bersangkutan terkadang seperti satu-satunya cara untuk mencari kesejahteraan hidup diri sendiri tanpa harus berpisah.
Skenario Berpotensi Ghosting
Ghosting sendiri bisa terjadi dalam beberapa skenario atau kondisi tertentu.
Misalnya jika kita pernah berkencan dan pasangan kita tiba-tiba menghilang, mungkin itu karena mereka enggak merasakan percikan romantis, terlalu sibuk untuk berkomitmen atau enggak siap untuk langkah selanjutnya.
Tapi enggak hanya pada hubungan asmara, ghosting juga bisa terjadi di lingkungan pertemanan, ketika seorang teman yang sering kita temui atau ajak ngobrol tiba-tiba berhenti merespons, baik melalui pesan singkat atau telepon.
Jika seorang teman memutuskan untuk melakukannya, mungkin ada sesuatu dalam hidupnya yang membuat dia sibuk.
Mungkin juga itu dilakukannya karena ada penjelasan yang terlalu rumit atau menyakitkan untuk disampaikan pada kita tentang mengapa dia enggak ingin lagi berteman dengan kita.
Ghosting juga bisa terjadi di lingkungan kerja, terutama lebih sering terlihat ketika seseorang keluar dari perusahaan.
Jika kita terbiasa berbincang dengan orang tersebut di kantor atau sepulang kerja, bagi sebagian orang mungkin terlalu sulit untuk mempertahankan persahabatannya dengan mantan rekan kerja sambil mencoba menyesuaikan diri dengan yang baru.
Ini juga bisa saja terjadi ketika rekan kerja berganti posisi atau menerima promosi.
Baca Juga: 4 Cara Jitu Buat Hadapi Gebetan yang Suka 'Ghosting' alias Tiba-Tiba Hilang!
Dampak Psikologis
Menurut Psychology Today, dalam budaya kencan saat ini, sekitar 50% cowok dan cewek menjadi korban ghosting, dan angkanya hampir sama untuk orang yang melakukan ghosting.
Meski fenomena ini umum terjadi, namun ghosting bisa memberi dampak emosional yang menghancurkan, terutama bagi orang-orang yang memiliki harga diri yang rapuh.
Kenapa ya, menjadi korban ghosting dapat menimbulkan rasa enggak nyaman?
Rupanya sebuah penolakan sosial dapat mengaktifkan jalur rasa sakit yang sama di otak, seperti bagaimana otak memunculkan rasa sakit fisik.
Faktanya, kita dapat mengurangi rasa sakit emosional karena penolakan dengan obat penghilang rasa sakit seperti Tylenol.
Namun, selain hubungan biologis antara penolakan dan rasa sakit, ada beberapa dampak lainnya yang berkontribusi terhadap tekanan psikologis, misalnya banyak orang merasa enggak mendapatkan petunjuk tentang bagaimana harus bereaksi ketika mengalaminya dan menimbulkan skenario akhir yang ambigu.
Kita cenderung enggak tahu bagaimana harus bereaksi karena kita enggak benar-benar tahu apa yang terjadi.
Tetap terhubung dengan orang lain sangat penting untuk kelangsungan hidup kita, makanya otak kita berevolusi memiliki sistem pemantauan sosial yang memindai lingkungan untuk mencari isyarat sehingga kita tahu bagaimana menanggapi sebuah situasi sosial.
Isyarat sosial memungkinkan kita untuk mengatur perilaku kita sendiri agar sesuai, tetapi ghosting menghalangi kita dari isyarat-isyarat biasa ini dan dapat menciptakan perasaan disregulasi emosional yang membuat kita merasa tidak terkendali.
Salah satu aspek ghosting yang paling berbahaya adalah bahwa hal itu enggak hanya menyebabkan kita mempertanyakan validitas hubungan yang kita miliki, tetapi juga menyebabkan kita mempertanyakan diri sendiri.
Mempertanyakan diri sendiri adalah sistem psikologis dasar yang ada dalam diri seseorang untuk memantau status sosialnya dan menyampaikan kembali informasi itu melalui harga diri dan kepercayaan diri.
Ketika penolakan terjadi, kita bisa merasa harga diri kita turun, yang menurut para psikolog sosial dapat menjadi sinyal bahwa rasa memiliki kita rendah.
Jika terlalu sering di-ghosting atau jika harga diri kita sudah rendah, kita akan cenderung lebih sakit ketika mengalami penolakan dan mungkin kita perlu waktu lebih lama untuk meredakan rasa sakitnya.
Sebab, seseorang dengan harga diri rendah memiliki lebih sedikit opioid atau penghilang rasa sakit alami yang dilepaskan ke otak setelah mengalami penolakan dibandingkan dengan orang-orang yang harga dirinya lebih tinggi.
Ghosting adalah langkah akhir dari sebuah silent treatment, taktik yang sering dipandang oleh para profesional kesehatan mental sebagai bentuk kekejaman emosional.
Pada dasarnya, perlakuan tersebut akan membuat seseorang merasa dirinya enggak berdaya dan enggak memiliki kesempatan untuk bertanya atau mendapatkan informasi yang dapat membantunya memproses pengalaman tersrbut secara emosional.
Kondisi itu dapat menghalangi kita untuk mengekspresikan emosi dan merasa didengarkan, dua hal penting untuk menjaga harga diri.
Terlepas dari apapun maksud seseorang melakukan ghosting terhadap kita, itu adalah taktik interpersonal pasif-agresif yang dapat meninggalkan luka psikologis.
Baca Juga: 6 Alasan Gebetan atau Pacar Lakukan 'Ghosting' Alias Hilang Tanpa Kabar. Sosmed Kita Penyebabnya!
Move On Setelah Di-Ghosting
Cara agar bisa move on setelah menjadi korban ghosting bisa berbeda-beda bagi setiap orang, dan bagaimana seseorang move on berdasarkan kasusnya, entah itu dilakukan oleh pacar, teman, atau rekan kerja.
Namun, ada beberapa cara yang bisa kita coba lakukan jika menjadi korban ghosting, misalnya dengan mengatur batasan terlebih dahulu mengenai status dan frekuensi hubungan kita dengan orang lain.
Kemudian yang terpenting, jangan menyalahkan diri sendiri karena kita enggak punya bukti atau konteks untuk menyimpulkan mengapa orang lain meninggalkan hubungan yang dijalaninya bersama kita.
Jangan pula mematikan rasa sakit yang kamu rasakan dengan obat-obatan, alkohol, atau minuman keras lainnya, ya, sebab 'pemulihan' yang kita rasakan itu bersifat sementara.
Cobalah mencari penghiburan dengan bersama orang-orang yang kita cintai dan percaya, misalnya teman atau keluarga, sebab memiliki hubungan yang positif dan sehat dapat menempatkan situasi ghosting ke dalam perspektif yang enggak merusak emosional.
Terakhir, enggak perlu ragu atau takut mencari bantuan profesional untuk membantu mengatasi perasaan kompleks yang kita alami akibat menjadi korban ghosting, karena mereka juga bisa memberi kita strategi lebih jauh untuk memastikan kita menjadi seseorang yang lebih kuat daripada sebelumnya.
(*)