Paling Baik Bagi Kesehatan Mental: Tidur, Pola Makan, atau Olahraga?

By Salsabila Putri Pertiwi, Sabtu, 26 Desember 2020 | 07:00 WIB
Ilustrasi tidur (foto: express.co.uk)

Baca Juga: Gini Cara Ampuh Atasi Trauma Karena Peristiwa yang Bikin Syok!

Selain itu, peserta penelitian yang tinggal di Amerika Serikat dan Selandia Baru merupakan kelompok campuran.

Beberapa sudah menerapkan pola makan vegetarian atau vegan, ada juga yang memakai antidepresan untuk kondisi kesehatannya.

Hasil penelitian menemukan, peserta penelitian yang tidur hampir 10 jam per malam melaporkan lebih sedikit gejala depresi.

Sedangkan yang enggak cukup tidur (kurang dari 8 jam) atau bahkan terlalu banyak tidur (lebih dari 12 jam) melaporkan lebih banyak gejala depresi.

Fakta lainnya, makan buah mentah dan sayuran dalam porsi sedang setiap hari juga berkorelasi dengan kesejahteraan yang lebih baik. 

Sementara itu, meskipun aktivitas fisik adalah indikator kesejahteraan mental yang penting, ternyata kualitas tidurlah yang mengungguli semua perilaku untuk kesehatan mental yang baik. 

Hal tersebut mengejutkan karena selama ini lebih banyak yang fokus pada rekomendasi tidur lebih lama daripada kualitas tidur.

Mana yang Harus Diprioritaskan?

Dalam makalahnya para peneliti juga menyarankan orang dewasa muda untuk memprioritaskan kualitas tidur yang baik, tapi di samping itu makan dengan baik dan sering berolahraga juga enggak kalah penting.

Sebab meskipun aktivitas fisik dan diet adalah faktor sekunder, tetapi tetap enggak boleh disepelekan.

Intervensi gaya hidup yang menargetkan kualitas tidur mungkin paling bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan, namun aktivitas fisik dan diet enggak boleh diabaikan, terlebih menjaga kesehatan mental dan fisik yang baik enggak mudah bagi orang dewasa muda.

Hal ini dikarenakan adanya perubahan besar pada rutinitas harian, pola tidur, tuntutan pekerjaan, gaya hidup, dan situasi kehidupan.

Peneliti menekankan, temuan hanya berdasarkan pada tanggapan masyarakat terhadap serangkaian pertanyaan, bukan hasil observasi langsung atau penilaian kesehatan.

Oleh karena itu, tindakan yang lebih komprehensif sangat diperlukan untuk penyelidikan lebih lanjut.

(*)