Banyak orang tua yang enggak mengizinkan anak-anaknya bersuara, sehingga anak-anak hanya tinggal di kepala mereka dan enggak mengungkapkan pikiran atau perasaan batin mereka.
Anak-anak yang sama ini membangun kepribadian orang dewasa sebagai "alfa" yang didefinisikan secara keliru dalam kehidupan.
Mereka akhirnya menyembunyikan segala kelemahan yang mereka rasakan dari dunia.
3. Mengabaikan kebutuhan diri sendiri
Selalu merasa perlu untuk menjadi kuat bagi orang lain dan selalu terjun untuk menyelesaikan masalah orang lain tentu berakibat pada kurangnya kepedulian pada diri sendiri.
Tidak pernah ada waktu untuk diri sendiri sehingga kesehatan baik mental ataupun fisik kita pun terpengaruh.
Kurangnya self-care, ditambah dengan pengorbanan diri yang terus-menerus, berkembang menjadi perasaan frustrasi, kewalahan, dan lelah karena selalu membantu orang lain alih-alih jujur bahwa kita terbebani dan kewalahan.
Cobalah menjadi kuat untuk diri sendiri daripada mencoba menjadi kuat untuk orang lain.
Baca Juga: Gini 4 Cara Menjaga Kesehatan Mental di Circle Pertemanan Toxic
4. Karena takut ditolak
Alasan buruk lainnya untuk menjadi kuat adalah karena pesan dari keluarga dan masyarakat bahwa menjadi lemah enggak bisa diterima.
Selain itu, kerentanan dan kebutuhan untuk dibantu, meskipun pada dasarnya bersifat manusiawi, telah dicap sebagai hal yang lemah.