4 Alasan Toxic di Balik Kita Harus Jadi Pribadi yang Kuat. Keliru!

By Siti Fatimah Al Mukarramah, Rabu, 30 Agustus 2023 | 12:55 WIB
Drama 'Strong Woman Do Bong Soon' (foto : JTBC)

CewekBanget.ID - Enggak sedikit orang yang suka ngasih saran kalau kita harus selalu jadi pribadi yang kuat untuk menghadapi segala sesuatu dalam kehidupan.

Jadi pribadi yang kuat itu memang diperlukan, namun harus dengan alasan yang tepat.

Jangan sampai kita pura-pura sok tegar dan kuat, enggak pengin dicap lemah karena alasan yang keliru dan toxic.

Melansir Yourtango.com, berikut alasan toxic di balik kita harus jadi pribadi yang kuat. Mindset harus diubah, nih!

Baca Juga: 5 Zodiak Ini Paling Anti Pertemanan Toxic. Kalau Zodiak Kamu?

1. Karena menangis adalah "untuk yang lemah"

Tanda bahaya besar yang harus diwaspadai adalah permintaan maaf yang berlebihan saat menunjukkan kesedihan dan keyakinan toxic tentang air mata dan tangisan.

Jika kita mendengar pernyataan seperti "menangis itu lemah" atau "pria tidak menangis", kita perlu menantang pernyataan tersebut.

Ini sebenarnya menunjukkan kekuatan besar untuk menjadi rentan, untuk berbagi perasaan yang sebenarnya, dan untuk menitikkan air mata.

Dengan berpisah, kita bisa menyatukan diri kembali dengan lebih kuat dari sebelumnya.

2. Karena "begitulah aku dibesarkan"

Beberapa orang enggak pernah diperbolehkan menangis atau mengeluh saat tumbuh dewasa, dan bahkan ada yang diejek ketika mereka menangis.

Banyak orang tua yang enggak mengizinkan anak-anaknya bersuara, sehingga anak-anak hanya tinggal di kepala mereka dan enggak mengungkapkan pikiran atau perasaan batin mereka.

Anak-anak yang sama ini membangun kepribadian orang dewasa sebagai "alfa" yang didefinisikan secara keliru dalam kehidupan.

Mereka akhirnya menyembunyikan segala kelemahan yang mereka rasakan dari dunia.

3. Mengabaikan kebutuhan diri sendiri

Selalu merasa perlu untuk menjadi kuat bagi orang lain dan selalu terjun untuk menyelesaikan masalah orang lain tentu berakibat pada kurangnya kepedulian pada diri sendiri.

Tidak pernah ada waktu untuk diri sendiri sehingga kesehatan baik mental ataupun fisik kita pun terpengaruh.

Kurangnya self-care, ditambah dengan pengorbanan diri yang terus-menerus, berkembang menjadi perasaan frustrasi, kewalahan, dan lelah karena selalu membantu orang lain alih-alih jujur bahwa kita terbebani dan kewalahan.

Cobalah menjadi kuat untuk diri sendiri daripada mencoba menjadi kuat untuk orang lain.

Baca Juga: Gini 4 Cara Menjaga Kesehatan Mental di Circle Pertemanan Toxic

4. Karena takut ditolak

Alasan buruk lainnya untuk menjadi kuat adalah karena pesan dari keluarga dan masyarakat bahwa menjadi lemah enggak bisa diterima.

Selain itu, kerentanan dan kebutuhan untuk dibantu, meskipun pada dasarnya bersifat manusiawi, telah dicap sebagai hal yang lemah.

Kelemahan apa pun yang dirasakan dengan cepat berkembang menjadi ketakutan akan penilaian bahwa jika kita enggak memiliki semuanya, kita pasti lemah, dan karena itu ada sesuatu yang salah dengan diri kita.

Jika ada yang salah dengan diri kita, kemungkinan kita bakal ditolak atau ditinggalkan.

Pesan dan stigma negatif ini menimbulkan banyak kerusakan dan berkontribusi terhadap tingginya tingkat kecemasan dan depresi.

Kebutuhan untuk selalu "menjadi kuat" mengarah pada perasaan terisolasi dan kesepian, yang ironisnya merupakan tempat yang sangat lemah.

(*)

Baca Juga: Toxic, Mending Segera Tinggalkan 7 Tipe Teman Ini Biar Hdup Tenang