The Sweetest Game

By Astri Soeparyono, Kamis, 28 Agustus 2014 | 16:00 WIB
The Sweetest Game (Astri Soeparyono)

"Kenapa harus gue?" Amanda ikut terkejut.

"Oka tahu alasannya." Semua mata tertuju pada Oka yang tampak sedikit gugup. Setelah diam selama beberapa menit, Oka akhirnya membuat satu keputusan.

"Oke, gue terima tantangan itu." Oka bangkit dari tempat duduknya. Hujan mulai berhenti, hanya gerimis yang masih menitik pelan-pelan di luar sana. Jam istirahat membuat suasana sedikit ramai. Oka berjalan keluar kelas. Lalu tak lama kemudian dia kembali dengan sebuah gitar. Oka memang pandai bermain gitar. Dia sengaja menyimpan gitar kesayangannya di basecamp  basket agar bisa memainkannya jika dia di sekolah. Oka menuju taman. Lalu dia memulai aksinya. Dia bernyanyi sambil memetik gitarnya.

 

Tak ada yang lebih indah dari gerimis dan langit yang menggelap

Tapi itu dulu...sebelum aku mengenalmu, Amanda...

Tak ada yang lebih menyenangkan daripada bernyanyi seorang diri

Tapi itu dulu...sebelum aku terpikat senyummu, Amanda...

Mungkin lagu ini tak cukup mengungkapkan...

Ini bukan tentang permainan...

Ini satu perasaan yang tersimpan...

Dariku untukmu, Amanda....

Oka mengakhiri nyanyiannya. Tak disangka tersengar tepuk tangan meriah. Ternyata banyak siswa yang menyaksikan momen dramatis itu, bahkan beberapa guru juga ikut menyaksikannya.

Oka melangkah menuju ke arah Amanda.

"Gue cinta sama elo, Manda!" Oka menggapai dan menggenggam tangan Amanda. Ini membuat suasana yang tadinya riuh menjadi hening.

"Oka...ini...ini cukup untuk sekedar memenuhi tantangan dari Cindy!" Amanda tampak kebingungan sekaligus tersipu malu.

"Manda, ini bukan karena tantangan dari Cindy. Apa yang dikatakan Cindy benar, gue tahu kenapa Cindy menjadikan elo objek sasaran tantangan penembakan ini. Cuma Cindy yang tahu kalo gue nyimpen perasaan cinta sama elo, Man, sejak setahun yang lalu." Oka menatap mata Amanda lekat-lekat.

"Tapi bagaimana bisa?" Amanda masih tampak kebingungan.

"Elo inget, kan, selalu ada cokelat di meja lo setiap hari jumat. Itu dari gue. Gue tahu, elo suka cokelat dan elo suka hari jumat. Gue berusaha selalu ada di saat lu sedih, di saat elo butuh bantuan, dan di saat lo kesepian. Elo pasti tahu itu. Gue enggak peduli, elo mau terima cinta gue atau enggak, yang jelas gue udah jujur ngucapin ini sebelum akhirnya kita lulus dan berpisah nanti!" Amanda tampak terpaku. Suasana mulai sedikit gaduh. Ada suara yang menyuruh Amanda menerima cinta Oka. Namun ada juga yang melarangnya.

"Oka...sebenarnya..." Amanda menunduk. Suasana kembali hening. Benar-benar seperti pertunjukan drama. "Sebenarnya gue juga menyimpan perasaan yang sama. Selama ini gue takut kalo perasaan gue ini bertepuk sebelah tangan. Gue takut kalo elo cuma nganggep gue sebagai sahabat."

"Jadi? Elo terima cinta gue? Elo mau jadi pacar gue?" Oka tampak berseri-seri. Amanda mengangguk. Akhirnya terdengar tepuk tangan dari teman-teman yang menyaksikan acara penembakan Oka ini. Beberapa orang menghampiri Oka dan memberikan selamat. Suasana istirahat siang itu begitu meriah.

"Fahri! Apa-apaan lo!" seorang teman berteriak saat melihat Fahri telanjang dada. Beberapa juga tertawa terbahak-bahak setelah membaca tulisan di punggung Fahri. Fahri tidak sadar kalau dia tak memakai baju dan seenaknya ikut bertepuk tangan melihat aksi Oka.

"Sepertinya ketua kelas kita telah kehilangan wibawanya!" Dion tertawa terbahak-bahak melihat Fahri yang buru-buru mengenakan baju Alex yang ternyata masih basah.

Siang itu tampak menyenangkan. Masa-masa indah yang akan sangat mereka rindukan kelak di kemudian hari.

(oleh: indah cahyani mt, foto: weheartit.com)