"Hmm..mm.." Aku hanya bergumam sambil mengaduk-aduk jus jambu yang masih seperempat. Padahal jus itu baru saja sampai di mejaku 5 menit yang lalu. "Pak Gatot tampangnya serem banget waktu ngeliatin kita. Mana pelintir kumis segala lagi," gidik Anna ngeri.
"Kalau nggak punya kumis ya nggak bakal dipelintirlah kumisnya," sahutku asal. "Sereman waktu nasehatin kita di ruang guru kali," lanjutku.
"Bapak nggak habis pikir sama kalian. Bapak baru saja melihat catatan nilai kimia kalian. Apa kalian benar-benar tidak suka kimia?" Pak Gatot menyodorkan nilai kimiaku dan Anna selama satu semester ini. Aku menelan ludah demi melihatnya. Yang tertinggi adalah angka 5. "Yang lebih Bapak heran, kalian sempat-sempatnya bercanda di jam saya. Kimia. Yang nilai kalian tidak pernah lebih dari 5." Sekarang Pak Gatot menatapku tajam. Aku menelan ludah lebih banyak lagi. "Bapak akan menghubungi wali kelas dan orangtua kalian. Sekarang kalian boleh keluar. Tapi, lusa kumpulkan hasil pekerjaan kalian. Latihan ulangan per bab ditambah latihan ulangan semester. Lengkap dengan cara."
Bagian paling seram bukan ketika Pak Gatot bilang akan menghubungi orangtua atau ketika memberikan hukuman berupa PR setumpuk. Bagian paling seram adalah karena Pak Gatot menasehati kami dengan lemah lembut! Memang sih, salah seorang kakak kelasku pernah bercerita, Pak Gatot dulunya adalah guru yang baik. Entah apa yang membuatnya menjadi guru killer seperti sekarang. Tapi tetap saja, Pak Gatot adalah guru yang paling kubenci.
"Udahlah nggak usah dibahas lagi. Mau ngerjain dirumah siapa? Kapan?" tanya Anna. "Hari ini langsung yuk. Dirumah gue aja gimana," tawarku. "Oke." Anna mengacungkan jempolnya tanda setuju.
Aku menyelonjorkan kaki di sofa depan TV sambil menyendok satu cup besar es krim. Sesekali aku memejamkan mata, menikmati kelezatan es krim ini. Aku meraih remote dan mulai mengganti-ganti channel.
"Nayla!" Suara mama menggelegar membuyarkan kenikmatanku makan es krim sambil mengganti-ganti channel TV. Mama baru saja keluar dari kamar dengan menggunakan daster dan langsung menuju ke arahku.
"Mama dapet telepon dari sekolah." Mama mengacung-acungkan handphonenya padaku. Aku menatap Mama dan handphonenya yang teracung bergantian. "Trus?" Aku memiringkan kepala.
"Mulai besok lusa kamu les kimia. Privat. 3 kali seminggu. Harinya terserah kamu," putus Mama tanpa tedeng aling-aling.
Aku langsung menegakkan tubuh. Dan sebelum aku membuka mulut untuk melancarkan protes, Mama sudah berkata lagi. "Nggak ada protes. Goodnight, dear." Mama mengecup keningku lalu kembali ke kamarnya. Aku terpaku di tepi sofa, membayangkan masa SMA yang indah dirusak dengan les privat kimia 3 kali seminggu. Argh! Pak Gatot!