Maka disinilah aku, selonjoran di sofa sambil mengutak atik handphoneku. Sesekali aku menguap dan melirik jam tangan. Sudah jam segini, tapi guru lesku belum juga datang.
"Nayla." Mama memanggilku. Aku menoleh dan mendapati seorang gadis berkerudung berdiri disamping Mama dan tersenyum padaku. Sepertinya masih kuliah. Aku pun mendekat.
"Kenalin ini Mbak Gita, guru les kamu. Dia masih kuliah tapi udah semester 6 Teknik Kimia. Nurut sama Mbak Gita, ya. Silakan mbak, bisa langsung dimulai lesnya," kata Mama mempersilakan
Mama pergi. Tapi sebelum itu, ia memberi kode berupa jari telunjuk yang diayunkan disertai tatapan tajam. Artinya: jangan nakal , belajar yang bener.
Aku mengamati Mbak Gita yang masih tersenyum padaku. Aku seperti mengenalinya. Wajahnya terlihat sangat familiar. Tapi aku tidak bisa mengingat dimana atau kapan pernah melihat wajah seperti itu.
"Ayo Nayla, kita mulai lesnya ya. Kamu kesulitan di materi apa?" tanyanya lembut. "Emm... semua." Mbak Gita mengangguk takzim lalu mengajakku duduk. Ia membuka bukuku dan perlahan menjelaskan materi satu persatu.
Hmm, mungkin les privat nggak seburuk itu kali, ya?
Anna memuncratkan jus jeruknya yang baru saja diseruputnya. "Na! Jorok!" seruku sambil mengambil tisu dan mulai membersihkan meja yang terkena muncratannya.
"Lo? Les? Privat pula? Gue yakin lo lagi bercanda." Anna menggelengkan kepala. Aku mengangkat bahu. "Nggak ngerti deh. Begitu dapet telepon dari sekolah, gue langsung dicariin guru les."
"Tapi, serius? Lo mau aja gitu?" Anna masih terlihat heran. Aku menimpuknya dengan tisu bekas membersihkan tumpahan jeruk. "Gue pingin lihat gurunya dulu. Enak kok. Sabar banget, ngejelasin satu-satu sampai gue mudeng. Lumayan kan kalau nilai gue naik. Bisa buat ngejek Pak Gatot."